TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) telah mengeluarkan regulasi baru yang membuka ruang bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk menjalankan tugas kedinasan secara fleksibel, termasuk melalui skema work from anywhere (WFA).
Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri PANRB Nomor 4 Tahun 2025 tentang Pelaksanaan Tugas Kedinasan Pegawai ASN Secara Fleksibel Pada Instansi Pemerintah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kebijakan ini menandai perubahan dalam sistem kerja birokrasi Indonesia, yang sebelumnya cenderung mengharuskan kehadiran fisik di kantor. Dalam aturan tersebut, fleksibilitas kerja mencakup lokasi kerja yang dapat dilakukan dari kantor, rumah, atau lokasi lain yang mendukung pelaksanaan tugas, serta fleksibilitas dalam pengaturan jam kerja berdasarkan kebutuhan organisasi dan karakteristik pekerjaan masing-masing pegawai.
Tujuan Kebijakan dan Ruang Lingkup Pelaksanaannya
Melalui regulasi ASN boleh WFA ini, pemerintah berupaya menciptakan lingkungan kerja yang lebih adaptif, responsif, dan modern. Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian PANRB, Nanik Murwati, menjelaskan bahwa penerapan sistem kerja fleksibel tidak dimaksudkan untuk mengurangi kualitas layanan pemerintahan dan publik, melainkan justru diharapkan dapat mendorong efisiensi kerja dan keseimbangan kehidupan pribadi dan profesional bagi ASN.
“Penerapan fleksibilitas kerja tidak boleh mengurangi kualitas pemerintahan dan pelayanan publik. Justru sebaliknya, kita harapkan melalui kebijakan ini, ASN bisa bekerja lebih fokus, adaptif terhadap perkembangan, serta lebih seimbang dalam kehidupan,” ujar Nanik dalam keterangan tertulis.
Fleksibilitas ini, lanjutnya, bukan hanya bentuk adaptasi terhadap perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, tetapi juga bagian dari reformasi birokrasi untuk menghadirkan tata kelola pemerintahan yang lebih efisien dan ramah terhadap berbagai kondisi individu pegawai.
Dukungan dari Kementerian Koordinator PMK dan Kemnaker
Kebijakan ini mendapat sambutan positif dari sejumlah kementerian. Salah satunya adalah Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK). Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Keluarga dan Kependudukan Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum, menilai bahwa sistem kerja WFA memiliki potensi untuk mendukung pemberdayaan perempuan, khususnya dalam hal keseimbangan antara peran domestik dan profesional.
Menurut Woro, perempuan sering kali menghadapi tantangan dalam menyeimbangkan pekerjaan dan tanggung jawab rumah tangga. Dengan diberlakukannya sistem kerja yang fleksibel, ASN perempuan dapat tetap menjalankan fungsinya secara optimal tanpa harus meninggalkan tanggung jawab pribadi.
“Sebenarnya ini bisa memberikan kesempatan bagi perempuan untuk bekerja produktif tanpa harus meninggalkan peran-peran mereka yang lainnya,” ujar Woro, dikutip dar Antara pada 19 Juni 2025. Ia menambahkan bahwa model kerja fleksibel seperti ini memungkinkan perempuan untuk tidak perlu "curi waktu" demi menjalankan tanggung jawab domestik.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) juga menyatakan dukungan terhadap kebijakan ini. Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Antar Lembaga, Estiarty Haryani, menilai bahwa fleksibilitas kerja dapat meningkatkan produktivitas ASN karena pekerjaan dapat diselesaikan dari lokasi mana pun selama tetap memenuhi tanggung jawab dan target kerja.
“Untuk meningkatkan produktivitas, itu bisa bekerja di mana saja, tidak menghalangi tempat itu harus di kantor bekerja,” ujar Estiarty. Namun demikian, ia menegaskan bahwa untuk saat ini kebijakan tersebut masih difokuskan pada sektor ASN, dan belum dibahas penerapannya untuk sektor swasta.
“Konteksnya kan kita masih untuk bagaimana meningkatkan efektivitas dari bekerjanya ASN dalam konteks melayani masyarakat. Jadi ruangnya itu dulu,” imbuhnya.
Evaluasi Kementerian Keuangan
Sebelum kebijakan ini diterbitkan, Kementerian Keuangan telah lebih dulu menerapkan sistem kerja fleksibel sejak tahun 2022. Melalui survei bertajuk Flexible Work Arrangement (FWA) yang dilakukan pada 1 September hingga 7 November 2025, ditemukan bahwa mayoritas ASN di kementerian tersebut menyambut baik sistem kerja WFA.
Sebanyak 90,22 persen responden menyatakan lebih puas dengan sistem kerja fleksibel dibandingkan dengan sistem kerja konvensional. Selain itu, 90,73 persen dari mereka mengaku tetap mampu memenuhi target kinerja yang telah ditetapkan.
Hasil survei tersebut dijadikan sebagai salah satu rujukan dalam penyusunan Permenpan-RB Nomor 4 Tahun 2025, dan dipublikasikan di situs resmi Kemenpan-RB sebagai bagian dari materi sosialisasi kebijakan.
Kementerian Keuangan menilai bahwa sistem kerja fleksibel tidak hanya meningkatkan kepuasan pegawai, tetapi juga berdampak positif terhadap efektivitas kerja dan efisiensi anggaran.
Tanggapan dari Kalangan Akademisi dan Pengamat Kebijakan
Meski mendapat dukungan dari sejumlah instansi pemerintah, kebijakan ini juga menuai catatan kritis dari kalangan akademisi dan pengamat kebijakan publik. Riko Noviantoro, peneliti kebijakan dari Institute for Development of Policy and Local Partnerships (IDP-LP), menyatakan bahwa penerapan sistem kerja fleksibel memang berpotensi efisien, namun tidak serta-merta menjamin efektivitas.
Menurutnya, efektivitas pelaksanaan WFA sangat bergantung pada mekanisme pengawasan dan pengukuran kinerja yang ketat. Ia juga menekankan pentingnya memanfaatkan sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE) secara optimal agar kebijakan WFA tidak berdampak negatif terhadap pelayanan publik.
Fleksibilitas kerja, lanjutnya, sebaiknya dilaksanakan dengan memperhatikan berbagai aspek seperti karakteristik tugas, kondisi pegawai, hasil kerja, serta perilaku kerja, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ia menambahkan bahwa kehadiran teknologi digital semestinya menjadi alat bantu utama dalam memperluas dan mempercepat layanan publik, sehingga pemerintah dapat tetap responsif terhadap kebutuhan masyarakat meskipun dengan skema kerja yang tidak konvensional.