INFO NASIONAL — Hadirnya Sekolah Rakyat menandai wajah baru pendidikan inklusif di Indonesia. Digagas oleh Presiden Prabowo Subianto, sekolah berasrama ini bertujuan memutus rantai kemiskinan antargenerasi dan memastikan anak-anak dari keluarga miskin serta miskin ekstrem mendapatkan akses pendidikan yang gratis dan berkualitas.
Kini, Sekolah Rakyat tidak hanya menyentuh kota-kota besar, namun juga menjangkau wilayah ujung timur Indonesia, termasuk Papua. Pemerintah memastikan bahwa anak-anak dari daerah terpencil pun memiliki kesempatan yang sama untuk bersekolah dan meraih cita-cita.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Untuk di Papua, kita bekerja sama dengan pemerintah provinsi, kabupaten, kota, serta masyarakat adat dan lembaga seperti Dinsos dan BPS untuk rekrutmen siswa,” ujar Wakil Menteri Sosial, Agus Jabo Priyono, dalam acara *Dialog Pagelaran Budaya RRI Nabire* yang digelar secara hybrid dari SMA YPPK Adhi Luhur, Kabupaten Nabire, Papua, Rabu, 23 Juli 2025.
Agus Jabo menegaskan bahwa Sekolah Rakyat hadir sebagai jawaban atas kekhawatiran banyak keluarga miskin yang anak-anaknya berisiko putus sekolah. Dengan sistem berasrama, sekolah ini memungkinkan anak-anak untuk fokus belajar tanpa terbebani biaya pendidikan dan transportasi.
“Pak Presiden ingin semua anak Indonesia bersekolah. Kaya atau miskin, semuanya harus punya akses. Dengan pendidikan, keluarga miskin bisa memutus rantai kemiskinan dan turut mengangkat ekonomi bangsa,” ujarnya.
Sebanyak 63 titik Sekolah Rakyat saat ini telah memulai kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) sejak 14 Juli 2025. Rencananya, 37 titik tambahan akan mulai beroperasi pada akhir Juli.
Pemerintah menargetkan minimal satu Sekolah Rakyat di setiap kabupaten atau kota, tergantung kesediaan pemerintah daerah menyediakan lahan. Sekolah ini tetap bisa beroperasi di daerah terpencil karena menerapkan sistem asrama. Yang penting, ujar Agus, “proses belajar mengajar bisa berjalan dengan instrumen yang memadai, termasuk ketersediaan guru dan murid.”
Sementara itu, Direktur Institut Usba, Charles Imbir, menyambut baik kehadiran Sekolah Rakyat di Papua. Ia menyebut program ini sebagai langkah konkret pemerintah dalam memperjuangkan pendidikan bagi masyarakat miskin ekstrem di wilayah kaya sumber daya namun masih tertinggal secara sosial.
“Papua ini kaya SDA, tapi anak-anaknya masih kesulitan mengakses pendidikan. Program Sekolah Rakyat ini menjawab itu, apalagi dengan tambahan pelatihan vokasi yang akan meningkatkan keterampilan mereka,” ujarnya.
Charles menekankan bahwa tanpa intervensi pendidikan, kemiskinan hanya akan diwariskan dari generasi ke generasi. Anak petani tetap akan menjadi petani, anak nelayan tetap menjadi nelayan, dan kemiskinan menjadi lingkaran yang tak putus.
Dengan hadirnya Sekolah Rakyat, negara menunjukkan kehadirannya dalam menjamin masa depan anak-anak Indonesia, termasuk yang paling tertinggal dan termarjinalkan.(*)