TEMPO.CO, Jakarta -Wakil Ketua Dewan Perwakilan Ra[kyat (DPR) Cucun Ahmad Syamsurijal mengatakan pembahasan Revisi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau RUU KUHAP akan rampung pada September 2025. "Kami lagi bahas KUHAP yang mungkin di pada September ini sudah berakhir," kata Cucun dalam forum diskusi bersama Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA-PMII) di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan pada Ahad, 13 Juli 2025.
Revisi KUHAP akan menggantikan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang telah berlaku sekitar 44 tahun lamanya. KUHAP baru diharapakan berlaku bersamaan dengan KUHP baru yang mulai berlaku pada 1 Januari 2026. Revisi KUHAP ini merupakan inisiasi DPR dan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan DPR akan membuka kesempatan bagi masyarakat sipil untuk memberi masukan dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) hingga menjelang pengesahan di sidang paripurna. Menurut Habiburokhman, hal itu dimungkinkan meski saat ini pemerintah dan lembaga legislatif telah membahas seluruh daftar inventaris masalah (DIM) RUU KUHAP.
"Kalau logika standarnya ketika di panitia kerja selesai berarti sampai di paripurna tidak ada perubahan. Tetapi tidak demikian. Masih sangat mungkin bisa kalau sudah disetujui di tingkat pertama kalau ada usulan perubahan, ya, masih bisa," ujar Habiburokhman dalam rapat dengar pendapat bersama Komnas Perempuan, LBH APIK, dan PBB di Kompleks Parlemen, Jakarta Senin, 14 Juli 2025.
Politikus Gerindra itu menegaskan, kelompok masyarakat sipil masih dapat mengusulkan perubahan-perubahan substansial dalam revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981. Keputusan itu akan ditentukan oleh panitia kerja yang akan memutuskan apakah usulan bisa diterima atau ditolak.
Habiburokhman menjelaskan, itu sebagai metode berlapis dalam pengesahan undang-undang agar tidak ada perubahan pasal-pasal yang terlewat. Menurut dia ketepatan isi pasal RUU KUHAP bisa terus dievaluasi ketika disahkan dalam rapat paripurna. "Jadi teman-teman koalisi, lembaga swadaya masyarakat bisa terus memberi masukan ya. Ketok palu terakhir itu adalah ketika paripurna," kata dia. "Selama teman-teman bisa meyakinkan anggota DPR, pimpinan fraksi, masih bisa mengubah apa yang sudah diputuskan."
Dia menyampaikan opsi itu merupakan usaha DPR memastikan proses penyusunan dan pembahasan RUU KUHAP secara transparan. Dia menyebut, DPR tidak pernah menolak satu pun institusi yang mengajukan untuk rapat dengar pendapat di Senayan.