Liputan6.com, Depok Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan melakukan transformasi mutu layanan yang digambarkan dalam tiga kata yakni Mudah, Cepat, dan Setara.
Menurut Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti, ketiga kata ini memiliki makna tersendiri.
“Mudah, Cepat, dan Setara. Mudah sekali pakai KTP (Kartu Tanda Penduduk) saja bisa. Cepat, rata-rata bukan enam jam, sekarang itu dua jam atau dua jam lebih sedikit bahkan bisa kurang dari itu. Setara, memang sudah jauh lebih bagus dari dulu meski masih ada yang mendiskriminasi,” kata Ghufron yang hadir secara daring dalam Seminar Nasional: Mewujudkan Layanan Kesehatan yang Setara, Berkualitas, dan Berkelanjutan Melalui Dukungan Multisektor di Universitas Indonesia (UI), Depok, Kamis (17/7/2025).
Sementara, sebelum transformasi, berbagai keluhan dirasakan atau dilaporkan oleh para peserta BPJS Kesehatan, termasuk:
- Terdapat diskriminasi;
- Antre lama;
- Pasien sudah meninggal tapi masih ditagih iuran;
- Rujukan ribet;
- Respons pengaduan belum tuntas;
- Jadwal dokter belum sesuai;
- Penampilan frontliner belum standar;
- Petugas tidak ramah;
- Layanan di kantor cabang masih rigid;
- Masih ada permintaan berkas fotokopi;
- Tempat antrean peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di basement faskes;
- Belum meratanya pemahaman peserta terhadap JKN.
“Tapi sekarang sudah jauh lebih bagus, layanannya hingga ke perbatasan dan aksesnya lebih mudah,” ujarnya Ali Ghufron Mukti.
Para peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN siap-siap menghadapi perubahan signifikan. Selama ini pelayanan rawat inap pada peserta JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan mengacu pada sistem kelas 1, 2, dan 3. Namun sistem kelas tersebu...
Kolaborasi dengan Perguruan Tinggi
Dalam kesempatan yang sama, Direktur SDM dan Umum BPJS Kesehatan, Dr. dr. Andi Afdal, M.B.A., AAK., mengatakan bahwa tata nilai utama di BPJS Kesehatan adalah kolaborasi.
“Salah satu tata nilai utama di BPJS Kesehatan memang sinergi dan kolaborasi. Kita membuka dengan begitu banyak universitas seluruh Indonesia. Saya rasanya sudah bertanda tangan MoU dan perjanjian kerja sama dengan begitu banyak universitas di seluruh Indonesia,” ujarnya.
“Jadi, kampus-kampus rasanya sudah hampir semua saya keliling untuk tanda tangan. MoU dan perjanjian kerja sama (PKS) langsung. PKS-nya itu dalam bentuk beberapa hal antara lain pemagangan mahasiswa dan riset,” tambahnya.
Dia tak memungkiri, data di BPJS Kesehatan amat besar, tapi SDM di BPJS Kesehatan tidak semuanya mahir dalam melakukan riset.
“Mereka tahu bekerja tapi tidak jago meriset, tapi datanya banyak,” jelasnya.
Hal inilah yang menjadi salah satu alasan dijalinnya kolaborasi dengan pihak perguruan tinggi.
Peran Kemenkes dalam Mewujudkan JKN Inklusif dan Berkelanjutan
Sementara, Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, menyampaikan soal peran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam mewujudkan JKN yang inklusif dan berkelanjutan.
“Untuk mewujudkan JKN yang inklusif, tidak eksklusif, artinya ini berlaku untuk semua orang dan berkelanjutan maka dilakukan transformasi kesehatan. Yang pertama adalah transformasi kesehatan primer,” kata Dante.
“Kenapa dalam JKN ini kesehatan primer menjadi penting? Karena upaya pencegahan jauh lebih hemat dibandingkan upaya kuratif,” tambahnya.
Ini diikuti dengan transformasi layanan lanjutan yang mengatur bagaimana agar pemanfaatan BPJS dapat cost effective di rumah sakit. Setelah layanan primer tidak berhasil untuk mencegah terjadinya penyakit.
Guna menekan biaya kesehatan sejak dini, maka diluncurkan lah program Cek Kesehatan Gratis alias CKG. Program ini telah bergulir sejak 10 Februari 2025 dan memiliki target memeriksa seluruh masyarakat Indonesia.
“Dengan CKG maka kita bisa mengantisipasi penyakit yang tidak bergejala,” ucapnya.