TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto menyoroti banyaknya permainan-permainan dari beberapa pengusaha-pengusaha soal beras oplosan. Prabowo menyoroti ada pelanggaran dalam kenaikan harga beras.
"Masih banyak ada permainan-permainan jahat dari beberapa pengusaha-pengusaha yang menipu rakyat,” kata Prabowo saat memberikan sambutan pada penutupan kongres Kongres Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Edutorium KH Ahmad Dahlan, Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Solo, Jawa Tengah, Ahad, 20 Juli 2025
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Prabowo, kejahatan dalam permainan beras sebagai pelanggaran serius yang memberikan dampak besar terhadap perekonomian nasional. "Saya telah minta jaksa agung dan polisi mengusut dan menindak pengusaha-pengusaha tersebut tanpa pandang bulu," katanya.
Mantan menteri pertahanan ini mengatakan telah mendapat laporan kerugian yang dialami oleh bangsa Indonesia adalah Rp100 triliun tiap tahun. Prabowo mengatakan praktik itu sebagai bentuk subversi ekonomi yang merugikan rakyat.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Helfi Assegaf mengungkapkan, Badan Reserse Kriminal Polri memeriksa empat produsen dan distributor beras yang diduga melanggar mutu dan takaran.
Keempat perusahaan itu yakni yakni Wilmar Group, PT Food Station Tjipinang Jaya, PT Belitang Panen Raya, dan PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group). Pemeriksaan dilakukan pada Kamis, 10 Juli 2025 dan berlanjut Senin, 14 Juli 2025. "Ada (pemeriksaan lagi)," ujar Helfi, Senin, 14 Juli 2025 lalu.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan Polri akan memeriksa 25 produsen dan distributor yang diduga mengoplos beras premium. Pemeriksaan ini, kata dia, terlaksana berkat koordinasi dengan Kementerian Pertanian. "Prosesnya hingga saat ini masih terus berlangsung," kata Kapolri di Markas Komando Brimob, Depok, Kamis, 17 Juli 2025.
Kerugian negara akibat beras oplosan ini awalnya diungkap Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dalam rapat kerja bersama Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), pada Rabu, 16 Juli 2025. Amran mengatakan mengatakan beras oplosan merugikan masyarakat hingga Rp 99,35 triliun.
Amran mengatakan, temuan ini berawal dari adanya anomali harga beras sekitar 1-2 bulan lalu. Harga di tingkat petani dan penggilingan turun, tetapi justru harga di tingkat konsumen naik. “Harusnya kalau petani naik, baru bisa naik di tingkat konsumen,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Sementara itu, ujar Amran, Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya memperkirakan produksi beras naik 14 persen atau 3 juta ton lebih. “Ada surplus 3 juta ton lebih dari kebutuhan, tetapi harga naik. Sehingga kami mencoba mengecek di seluruh Indonesia, ada 10 provinsi penghasil beras terbesar,” katanya.
Kementerian Pertania mengecek 268 merek beras di 10 provinsi penghasil beras terbesar seluruh Indonesia. Sampel beras itu kemudian diperiksa di 13 laboratorium.
Untuk beras premium, kementerian mengecek 136 merek. Hasil temuan menunjukkan ada 85,56 persen beras premium yang mutunya tidak sesuai. Sementara 59,78 persen tidak sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET), dan 78,14 persen tidak sesuai berat kemasan.