Liputan6.com, Jakarta Makhluk hidup perlu bernapas untuk bertahan hidup, dan untuk bernapas membutuhkan oksigen. Sayangnya, partikel-partikel polusi kini telah mencemari udara di sekitar kita. Ini adalah kenyataan yang tidak bisa dibantah.
Ironisnya, paparan terhadap polusi udara sangat sulit, bahkan hampir tidak mungkin untuk dihindari. Bahkan, menurut World Health Organization (WHO), 9 dari 10 orang di seluruh dunia saat ini menghirup udara yang tidak memenuhi standar kualitas udara yang ditetapkan WHO.
Kondisi ini menyebabkan setidaknya 7 juta orang meninggal karena polusi udara, seperti yang dilaporkan oleh WHO seperti mengutip keterangan yang dirilis pada 2 Juli 2025 di laman resmi WHO.
Tingginya angka kematian terkait polusi udara lantaran meningkatkan risiko berbagai penyakit, seperti demensia, gangguan kecemasan, dan depresi. Beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa polusi udara berdampak pada kesehatan otak dan mental. Studi-studi tersebut menemukan hubungan antara paparan polusi udara dengan penyakit demensia, kecemasan (anxiety), dan depresi.
Direktur Departemen Lingkungan Hidup, Perubahan Iklim, dan Kesehatan WHO, Maria Neira, menjelaskan dalam podcast episode 141 berjudul Air Pollution Damages Young Brains pada 2 Juli 2025 bahwa partikel polusi di udara tidak hanya berdampak pada paru-paru, tetapi juga bisa memengaruhi seluruh tubuh.
Dampak Bahaya Terpapar Polusi Udara
“Partikel kecil dalam udara tercemar bisa masuk jauh ke dalam paru-paru kita. Mereka juga bisa memengaruhi otak. Jadi, bukan hanya paru-paru yang terdampak. Otak dan tubuh pun bisa terpengaruh. Ini bisa menyebabkan stroke, penyakit kardiovaskular, asma, dan bahkan kanker paru-paru,” kata Neira.
Neira juga menyampaikan bahwa udara tercemar berbahaya bagi ibu hamil. Udara yang dihirup ibu dapat menyerang janin dan menimbulkan risiko kesehatan pada janin, seperti:
- Bayi lahir dengan berat badan rendah
- Kelahiran prematur
- Masalah dalam perkembangan janin
Hal ini menunjukkan bahwa polusi udara bisa berdampak sejak masa kehamilan dan perlu menjadi perhatian serius bagi kesehatan ibu dan anak.
Anak-Anak Memiliki Risiko Tinggi Terkena Efek Polusi Udara
Anak-anak termasuk kelompok yang paling rentan terhadap dampak buruk dari paparan polusi udara. Menurut Neira, paparan polusi udara dalam kadar tinggi dapat menyebabkan penyakit pernapasan pada anak-anak.
Risiko asma menjadi lebih tinggi pada anak-anak yang tinggal di lingkungan dengan polusi tinggi. Neira juga menjelaskan bahwa asma ini bisa berlanjut menjadi masalah kesehatan yang lebih serius di kemudian hari.
Anak-anak lebih berisiko karena mereka bernapas lebih cepat dibanding orang dewasa. Itu artinya, mereka menghirup lebih banyak udara, termasuk polusi di dalamnya.
“Anak-anak jelas lebih berisiko. Pertama, karena mereka sedang dalam masa tumbuh kembang. Paru-paru mereka masih kecil dan sedang berkembang. Kedua, mereka bernapas lebih cepat dari kita, jadi jumlah udara yang masuk ke tubuh mereka lebih banyak,” ujar Neira.
Selain itu, anak-anak juga lebih sering bermain di luar rumah, yang membuat mereka lebih banyak terpapar polusi. Ini adalah sesuatu yang sulit dikendalikan. Dan tentu saja, ini bukan salah mereka. Anak-anak membutuhkan lingkungan yang sehat untuk bisa tumbuh dan berkembang dengan baik.
“Menjadi tanggung jawab kita untuk melindungi mereka dan memastikan mereka tumbuh dalam lingkungan yang sehat,” tambah Neira.
Cara Mencegah Efek Bahaya Polusi Udara
Meski sulit dihindari, polusi udara tetap bisa dihadapi dengan beberapa langkah pencegahan. Polusi udara seringkali berasal dari aktivitas harian, tetapi ada cara-cara untuk meminimalkan dampaknya terhadap tubuh.
Beberapa saran untuk mengurangi risiko polusi udara yang disampaikan oleh Neira meliputi:
- Menghindari jalanan dengan lalu lintas padat
- Menjauhi area yang ramai di dalam kota
- Tidak berjalan kaki di area yang tercemar
- Memperhatikan jenis bahan bakar yang digunakan untuk memasak
- Mengutamakan bahan bakar paling bersih yang tersedia
Namun, Neira juga menyatakan bahwa semua itu hanyalah saran. Pelaksanaannya bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing individu.
Menurut Neira, perlindungan terhadap lingkungan yang sehat tidak cukup hanya dilakukan oleh individu. Pemerintah perlu mengambil langkah yang lebih besar. “Ini adalah soal pemerintah yang mengambil kebijakan, langkah, dan intervensi yang berani untuk melindungi kita semua,” jelasnya.