TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), I Wayan Sudirta, mengatakan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) yang tengah dibahas oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) perlu melibatkan berbagai elemen masyarakat. Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat itu mengatakan PPHN harus merepresentasikan aspirasi seluruh rakyat Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pokok-Pokok Haluan Negara tidak boleh menjadi produk elitis,” kata Wayan, salah satu anggota Tim Perumus PPHN yang dibentuk Badan Pengkaji MPR saat dihubungi pada Rabu, 2 Juli 2025. Wayan juga mengatakan PPHN harus realistis dan dapat diimplementasikan.
Pandangan itu telah disampaikan Wayan dalam rapat perdana Tim Perumus PPHN di Jatisampurna, Bekasi, pada 25 Juni 2025. Pertemuan itu merupakan tindak lanjut pembentukan dua tim perumus oleh BP MPR pada 26 Mei 2025, untuk membahas penyusunan draf PPHN. Rumusan draf sudah dibahas sejak periode lalu.
MPR hendak menghidupkan lagi Garis Besar Haluan Negara yang dihapus saat amendemen keempat UUD pada 2002. Setelah empat kali amendemen itu, DPR membuat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Ada tiga opsi yang berkembang dalam rapat perdana tim perumus, salah satunya menghidupkan kembali haluan negara lewat amendemen Undang-Undang Dasar 1945. Dua opsi lain adalah menetapkan PPHN lewat Ketetapan (Tap) MPR dan undang-undang. Opsi Tap MPR juga harus disertai oleh amendemen UUD.
Ketua Tim II Perumus PPHN Andreas Hugo Pareira mengatakan anggota Badan Pengkaji memang berbeda pendapat dalam menentukan bentuk hukum atau payung hukum haluan negara tersebut. "Opsi tersebut adalah keputusan MPR, amendemen terbatas UUD 1945, atau undang-undang," kata Andreas, Rabu, 2 Juli 2025.
Dosen Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada, Yance Arizona mengingatakan rencana penyusunan PPHN ini merupakan gerakan elite. Yance mengatakan saat ini belum ada desakan publik yang membuat MPR perlu mengamandemen UUD 1945. “Kotak pandora amandemen konstitusi bisa terbuka,” katanya.
Yance mengkhawatirkan amandemen UUD 1945 bisa membawa satu perubahan besar dalam pelemahan demokrasi. Upaya membangunkan kembali haluan negara lewat amandemen dinilai dapat memposisikan kembali MPR menjadi lembaga tertinggi negara.