TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai NasDem Muhammad Rifqinizamy Karyasuda mengatakan fraksi mereka kontra terhadap putusan Mahkamah Konstitusi yang memisahkan penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat itu meyakini jika DPR menindaklanjuti putusan itu, maka tindakannya justru melawan konstitusi yang mengamanatkan pemilu digelar setiap lima tahun sekali.
"Kami menganggap kalau kami menindaklanjuti putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 maka itu bagian dari pelanggaran konstitusi itu sendiri," ujar Rifqi di kompleks p arlemen, Jakarta, pada Senin, 7 Juli 2025.
Rifqi menganggap pemisahan pemilu dan pilkada kontradiksi dengan putusan perkara Nomor 55/PUU-XVII/2019 yang memberi DPR wewenang untuk menentukan 1 dari 6 model keserentakan pemilu. Rifqi menilai MK tidak konsisten dengan putusannya.
Ia juga menyebut MK telah melampaui kewenangan DPR dan pemerintah, sebab sebagai lembaga yang berfungsi memberikan pandangan terhadap kesesuaian suatu norma dengan konstitusi, MK seharusnya tidak menciptakan norma baru dengan memisahkan waktu penyelenggaraan pemilu.
Akibatnya DPR juga harus merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. "Kami diberikan kewenangan sebagai pembentuk undang-undang dalam konteks open legal policy, tiba-tiba Mahkamah Konstitusi men-downgrade dirinya dari yang harusnya hanya menilai satu norma terhadap UUD, apakah bersifat konstitusional atau inkonstitusional, manjadi Mahkamah yang membentuk norma," kata Rifqi.
Sebagai kader Nasdem, Rifqi menyatakan enggan menindaklanjuti putusan MK soal pemisahan pemilu itu. Polemik ini, kata Rifqi, masih akan dibahas oleh pimpinan fraksi-fraksi partai politik di DPR.
Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan sejumlah partai politik akan berkumpul untuk mendiskusikan putusan MK yang memisahkan penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah.
“Jadi kami semua partai akan berkumpul setelah kemarin mendengarkan masukan dari pemerintah dan wakil dari masyarakat," kata Puan pada Selasa, 1 Juli 2025.
Menurut Puan, setiap fraksi akan mengemukakan pendapat yang kemudian menjadi sikap resmi lembaga legislatif terhadap putusan MK.