TEMPO.CO, Jakarta - Perhimpunan Jiwa Sehat menemui Komisi XIII Dewan Perwakilan Rakyat pada Senin, 14 Juli 2025. Kedatangan organisasi penyandang disabilitas yang khusus mengadvokasi hak penyandang disabilitas mental psikososial itu untuk melaporkan berbagai bentuk pelanggaran HAM yang terjadi di panti sosial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Perhimpunan Jiwa Sehat Yeni Rosa Damayanti mengatakan organisasinya itu telah lama menghimpun data peristiwa pelanggaran HAM di panti psikososial. Ada berbagai bentuk pelanggaran yang ditemukan, seperti kekerasan fisik, pengurungan, hingga pemasungan.
"Korbannya bukan cuma 100 sampai 200 orang, tapi 13.500 orang," kata dia ditemui di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin, 14 Juli 2025.
Menurut dia, peristiwa pelanggaran HAM yang dialami penyandang disabilitas mental di panti psikososial jarang dibicarakan orang. Sebab, ujar dia, adanya stigma masyarakat terhadap orang dengan disabilitas mental.
"Mereka tidak berpendapat bahwa orang dengan disabilitas mental itu punya hak asasi," ucapnya.
Pemahaman itu, kata dia, yang membuat bentuk pelanggaran HAM kepada penyandang disabilitas mental di panti psikososial terus terjadi. Yeni pun menilai situasi yang dialami orang dengan disabilitas mental sudah parah.
Dia membandingkan kondisi penjara tahanan dengan yang dialami penyandang disabilitas mental di panti psikososial. Di balik jeruji besi penjara, ujar dia, berdasarkan proses hukum melalui vonis hakim.
"Mereka yang berada di panti berbeda, bisa berada di sana sampai 10 tahun, 15 tahun," ucap aktivis 1998 itu.
Tak cukup sampai di situ, Yeni mengatakan mereka yang dikurung maupun dipasung di panti sejatinya tidak mengetahui kesalahannya. Pun dengan keputusan vonis. Berbeda dengan narapidana yang dikurung lantaran perbuatan melanggar hukum.
Selain itu, Yeni menjelaskan bahwa di penjara ada regulasi yang mengatur perlindungan narapidana dari bentuk-bentuk kekerasan. "Tapi kalau di dalam panti, tidak ada. Jadi mau dipukuli hingga dirantai tidak ada aturan yang melarang," ucapnya.
Dia merasa khawatir karena pelanggaran HAM terhadap penyandang disabilitas di panti sosial ini telah berlangsung lama. Yeni mengatakan organisasinya sudah lebih dari 10 tahun melakukan advokasi ke pemerintah, tapi belum ada respons dan langkah konkret.
"Sehingga kami berharap agar Komisi XIII ini bisa mendorong, mempercepat menghentikan pelanggaran HAM terhadap teman-teman penyandang disabilitas ini," ujarnya.
Ketua Komisi XIII DPR Willy Aditya menyatakan bakal menggelar rapat koordinasi gabungan dengan lintas kementerian dan lembaga terkait. Tak menutup kemungkinan Komisi Bidang HAM ini mengundang Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial untuk membahas berbagai peristiwa pelanggaran HAM yang dialami penyandang disabilitas mental di panti psikososial.
"Kami punya political will yang sama, nanti dirunut kekeliruannya di mana. Termasuk proses pengawasannya," ujar politikus Partai NasDem di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin, 14 Juli 2025.
Dia menilai, berbagai bentuk pelanggaran HAM terhadap orang dengan disabilitas mental ini terjadi lantaran metodologi rehabilitasi yang tidak relevan. Menurut dia, penanganan yang dipakai di panti psikososial untuk penyandang disabilitas mental sudah cukup purba.
"Orang dirantai, disiksa, itu kan dari dulu memang karena tidak punya metode lain. Akhirnya diperlakukan begitu," ujar Willy.