Penyebab Sarjana Sulit Dapat Kerja

1 month ago 13
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online

TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat ketenagakerjaan, Tadjuddin Noer Effendi, memberikan sejumlah analisa penyebab meningkatnya pengangguran sarjana. Mengacu data Kementerian Ketenagakerjaan, tahun ini pengangguran sarjana mencapai 1,01 juta orang atau sekitar 200 ribu lebih banyak dibanding 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dosen Ilmu Sosiologi di Universitas Gadjah Mada itu menjelaskan fenomena ini dapat dilihat dari dua faktor, yakni ketersediaan lapangan kerja dan kompetensi calon pekerja. Dari sisi lapangan kerja, kata dia, terjadi ketimpangan pembangunan antardaerah sehingga industri terlalu terpusat di Pulau Jawa. 

Keadaan tersebut menyebabkan sarjana yang berada di luar pulau Jawa kesulitan mengakses informasi atau disebut dengan pengangguran freksional. Kalau pun dapat, Tadjuddin berujar tidak semua orang memiliki kondisi yang memungkinkannya untuk merantau. "Kondisi sosial seperti ini juga berpengaruh," kata dia saat dihubungi pada Jumat, 10 Juli 2025. 

Kemudian dari sisi kompetensi calon pekerja, Tadjuddin menilai terjadi mismacth alias ketidakselarasan antara kompentensi yang diajarkan kepada mahasiswa dan kebutuhan industri. Dia menyebut hal ini dipicu oleh kegagapan perguruan tinggi dalam mengikuti kecepatan perkembangan keilmuan dan teknologi.

"Di dunia kerja yang dibutuhkan itu ahli IT, tapi produksi terbesar Indonesia masih di sektor humaniora dan sosial," kata dia. 

Tadjuddin berpendapat kelambanan adaptasi itu dipengaruhi oleh kurangnya sumber daya manusia perguruan tinggi serta dukungan anggaran yang tidak memadai. "Kadang-kadang, dana dari pemerintah itu tidak cukup untuk membiayai. Terutama untuk peralatan yang membutuhkan teknologi tinggi," tuturnya. 

Keterbatasan tersebut, menurut Tadjuddin, semestinya dapat diakali melalui kerja sama antara perguruan tinggi dan industri. Kendati hal itu juga tidak mudah lantaran belum banyak industri yang terbuka untuk dijadikan tempat pelatihan. Itu sebabnya, Tadjuddin mendorong agar Kementerian Pendidikan Tinggi hadir menjembatani keduanya. "Kementerian selalu regulator harus bisa menyambungkan keterputusan ini," kata dia. 

Pengamat Pendidikan Suyanto mengatakan hal yang sama. Menurut dia, saat ini banyak program studi yang sudah tidak relevan. Sementara kampus pun banyak yang masih denial terhadap keberadaan berbagai teknologi baru, seperti AI alias akal imitasi. “Perguruan tinggi meresponnya (kemajuan teknologi) masih setengah hati,” kata dia saat dihubungi Kamis, 10 Juli 2025.

Oleh karena itu, Guru besar Universitas Negeri Yogyakarta itu mengusulkan agar program studi yang sudah tidak begitu relevan diperbaharui atau dihapuskan. Menurut dia, menutup satu program studi semestinya tidak dianggap tabu dalam lingkungan akademik yang sehari-hari berjibaku dengan perubahan dan perkembangan keilmuan. “Sayangnya orang Indonesia itu barang yang sudah ada itu enggak boleh tidak ada."

Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Togar Mangihut Simaptupang juga tak memungkiri bahwa relevansi antara pembelajaran di bangku kuliah dan kebutuhan industri menjadi salah satu penyebab banyaknya pengangguran sarjana.

Ia menyebut jarak antara keduanya tercipta karena perubahan di lapangan yeng berjalan cepat, sementara produksi calon pekerja relatif konstan. “Sehingga ada masalah sistem namanya umpan baliknya telat,” kata dia saat dihubugi pada Kamis, 10 Juli 2025.

Togar menuturkan perguruan tinggi juga tidak bisa mengimbangi kecepatan perubahan tersebut karena terbentur berbagai macam aturan birokrasi yang kaku. Misalnya, kebiasaan mengevaluasi kurikulum setiap lima tahun sekali, sementara perubahan terjadi setiap waktu sebelum perguruan tinggi sempat beradaptasi. 

Lalu, ketika ingin menghapus atau mengubah progam studi yang sudah tidak relevan, Togar menjelaskan kampus harus menempuh prosedur yang cukup rumit serta membutuhkan waktu paling cepat mencapai dua tahun. “Belum lagi mereka juga kadang tidak mau karena berkaitan dengan akreditasi,” kata dia.

Read Entire Article