TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Gilang Dhielafararez mendesak kepolisian dan kejaksaan untuk menggunakan pasal-pasal Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dalam mengusut dugaan kekerasan seksual yang melibatkan guru besar Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Jawa Tengah. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu mengatakan pelaku kekeraasn seksual harus ditindak tegas sesuai undang-undang yang berlaku.
"Kekerasan seksual adalah bentuk kejahatan terhadap tubuh, martabat, dan hak asasi korban. Ketika pelakunya adalah tokoh publik dalam dunia pendidikan, proses hukum harus berjalan dengan standar integritas yang tinggi dan tanpa kompromi," kata Gilang dalam keterangannya, pada Senin, 28 Juli 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gilang beralasan, guru besar itu memenuhi syarat untuk diusut dengan menggunakan pasal-pasal dalam Undang-Undang TPKS. Sebab pelaku dan korban yang seorang mahasiswi memiliki relasi kuasa. Pasal 11 Undang-Undang TPKS mengatur bahwa pejabat yang melakukan tindak kekerasan seksual dapat dipidana penjara paling lama 12 tahun dan denda hingga Rp300 juta.
"Jika terbukti, pelaku tidak hanya layak dijatuhi hukuman pidana maksimal, tetapi juga harus dicabut hak sosialnya untuk berkiprah di dunia akademik dan publik," ujar Gilang.
Sejak pekan lalu, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Soedirman berunjuk rasa untuk mendesak kampusnya mengusut kasus dugaan kekerasan seksual tersebut. Pelaku diduga seorang guru besar di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik.
Rektorat Universitas Soedirman sudah merespons dugaan itu dengan membentuk tim pemeriksa berisi tujuh orang. Kepolisian juga mulai menyelidiki kasus ini.
Gilang berpendapat, kasus dugaan kekerasan seksual itu tidak boleh berhenti di urusan kode etik kampus saja. "Kasus kekerasan seksual yang dilakukan seorang pengajar tidak boleh direduksi sebagai pelanggaran etik internal kampus semata," kata dia.
Ia juga menyinggung urgensi perlindungan terhadap korban dan pendekatan penyidikan yang berpihak pada penyintas. Gilang mendesak agar kepolisian dan kejaksaan bertindak adil, cepat, dan transparan dalam menangani kasus tersebut.
"Kami juga mendorong aparat penegak hukum untuk memberikan perlindungan khusus terhadap korban dari potensi intimidasi dan tekanan," ujar Gilang. "Pastikan bahwa bukti dan kesaksian ditangani secara profesional dan menerapkan perspektif korban selama proses hukum berlangsung."
Gilang mengingatkan bahwa negara bertanggung jawab untuk menjamin keadilan tanpa pengecualian. "Tanggung jawab ini termasuk untuk instansi yang terlibat dalam penanganan kasusnya."