TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Perhimpunan Profesi Hukum Kristiani Indonesia (PPHKI) Martin Lukas Simanjuntak mengecam permintaan Kementerian Hak Asasi Manusia yang menangguhkan penahanan tujuh tersangka persekusi retret remaja Kristen di Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Dalam pertemuan dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di Sukabumi kemarin, Staf Khusus Menteri HAM Thomas Harming Suwarta meminta penangguhan penahanan tujuh tersangka dan agar kasus diselesaikan lewat keadilan restoratif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Suatu keputusan yang aneh dan cacat logika berpikir serta tidak mendukung program pemerintah dalam pencegahan tindakan intoleransi yang kerap terjadi berulang,” kata Martin dalam keterangan kepada Tempo, Jumat, 4 Juli 2025.
Menurut Martin, langkah Kementerian HAM justru menjadikan pemerintah melakukan pembiaran terhadap tindakan intoleransi di daerah. Apalagi, kata Martin, dengan memakai alasan menjaga situasi kondusif.
“Jika para tersangka pengrusakan dan persekusi kegiatan retret ibadah anak-anak dan remaja diberikan jaminan tahanan kota oleh negara melalui Kementerian HAM, maka standar yang sama wajib diberlakukan juga pada kasus kasus intoleransi lainnya di kemudian hari,” ujar Martin.
Martin, yang pernah menjadi kuasa hukum keluarga korban dan kasus pembunuhan Brigadir Polisi Yosua Hutabarat mengatakan, Kementerian HAM keliru dalam memaknai keadilan restoratif atau restorative justice. Ia menjelaskan, berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2021 bahwa keadilan restoratif dalam perkara tindak pidana tidak dapat dilakukan apabila terdapat unsur yang menimbulkan keresahan atau penolakan dari masyarakat, peristiwa pidana berdampak konflik sosial, perbuatan pidana berpotensi memecah belah bangsa, tindak pidana mengandung sifat radikalisme dan separatisme.
Martin mengingatkan, sebelum membuat pernyataan dan sikap, Kementerian HAM seharusnya mempertimbangkan aspek perlindungan terhadap korban, dan aspek hukum dan pencegahan.
“Dua hal ini tidak dipertimbangkan dan justru memberikan sikap menjadi penjamin bagi para tersangka,” kata Martin. “Dengan sikap negara melalui Kementerian HAM, saya sangat yakin kasus intoleransi akan meningkat drastis di negara kita.”
Pada 3 Juni 2025, Staf Khusus Menteri HAM Thomas Harming Suwarta dan Stanislaus Wena menggelar rapat dengan Forkompimda Kabupaten Sukabumi dan tokoh lintas agama di Pendopo Kabupaten Sukabumi, Jalan Ahmad Yani, Warudoyong, Kota Sukabumi.
Dikutip dari akun Instagram Kementerian HAM, Thomas Harming Suwarta mendorong agar penyelesaian kasus ini diupayakan melalui pendekatan restorative justice. Kementerian HAM juga mendorong agar para tersangka dilakukan penangguhan penahanan.
Kepolisian Daerah Jawa Barat telah menangkap dan menetapkan tujuh tersangka yang diduga menjadi pelaku pembubaran dan perusakan rumah yang dijadikan tempat retret pelajar Kristen di Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi.
"Polisi berhasil mengidentifikasi dan menetapkan tujuh tersangka yang terlibat dalam aksi perusakan tersebut," kata Kapolda Jawa Barat Inspektur Jenderal Rudi Setiawan dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 1 Juli 2025.
Rudi menuturkan peran dari masing-masing tersangka tersebut. Tersangka pertama berinisial RN berperan merusak pagar dan mengangkat salib di tempat retret tersebut. Kemudian ada MSM yang berperan menurunkan dan merusak salib besar. Sementara itu lima tersangka lainnya dengan inisial UE, EM, MD, H dan EM berperan dalam merusak pagar tempat retret.
Rudi mengungkapkan, ketujuh tersangka tersebut saat ini telah ditahan oleh kepolisian untuk menjalani proses hukum lebih lanjut. "Kami akan lakukan pemeriksaan saksi-saksi lain, sekaligus memeriksa terlapor sebagai dan terduga pelaku," ujar Rudi.
Rudi menjelaskan, kasus ini bermula dari warga Desa Tangkil dan Desa Cidahu yang mengetahui ada kegiatan keagamaan yang dilakukan di rumah milik Maria Veronica Ninna. Warga kemudian melaporkan hal tersebut kepada Kepala Desa dan meminta pemilik rumah untuk memberikan klarifikasi.
Namun, Ninna mengabaikan permintaan warga tersebut. Merasa tidak terima, warga lalu mendatangi rumah tersebut dan menghentikan kegiatan keagamaan yang sedang berlangsung secara sepihak.
Kedatangan warga tersebut kemudian berakhir dengan aksi perusakan. Kerusakan tersebut meliputi pagar rumah, kaca-kaca jendela, dan beberapa barang lainnya. "Bahkan, salib yang berada di dalam rumah juga menjadi sasaran perusakan," ujar Rudi.
Akibat kejadian tersebut, Ninna diperkirakan menderita kerugian materil kurang lebih 50 juta rupiah. "Satu unit kendaraan sepeda motor Honda Beat rusak, dan satu unit mobil Ertiga warna cokelat lecet," tutur Rudi.
Syahdan, tindakan persekusi tersebut dilaporkan ke aparat kepolisian. Laporan didaftarkan oleh Yohanes Wedy pada tanggal 28 Juni 2025. "Korbannya ialah ibu Maria Veronica Ninna," ucap Rudi.
Sebelumnya, video perusakan rumah yang diduga dijadikan tempat ibadah di Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat, viral di media sosial. Video yang disebarluaskan oleh akun Instagram @sukabumisatu itu menunjukkan sekelompok orang menurunkan kayu salib sambil berteriak-teriak.