TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Pemuda Gereja Papua Akia Wenda berharap kehadiran Wapres Gibran Rakabuming Raka di Papua bukan sekedar simbol belaka. Gibran, kata dia, memiliki tanggung jawab moral dan politik untuk menyelesaikan konflik secara menyeluruh di Papua.
Akia menyampaikan hal tersebut merespons rencana Presiden Prabowo Subianto memberikan penugasan khusus kepada Gibran mengatasi masalah Papua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami bukan objek pembangunan, kami adalah pemilik tanah ini. Kami tidak butuh pencitraan, tapi keadilan,” ujar Akia dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 9 Juli 2025.
Menurut dia, eksploitasi sumber daya alam (SDA) di Papua telah berlangsung selama lebih dari lima dekade. Eksploitasi itu menjadi simbol penindasan struktural yang sistematis.
Selain itu, di tengah rencana pembangunan, isu hak asasi manusia kerap digunakan sebagai tameng atas perampasan tanah ulayat, pengabaian masyarakat adat, serta konflik bersenjata yang menimbulkan korban sipil dan aparat.
"Papua yang kaya akan emas, tembaga, kayu, dan minyak bumi justru menjadi ladang eksploitasi, bukan kesejahteraan. Sejak masa Orde Baru, proyek tambang Freeport, MIFEE, dan perkebunan sawit dinilai merusak lingkungan dan menggusur masyarakat adat dari tanahnya, " ujar dia.
Menurut dia, praktik tambang ilegal makin masif di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Operasi tambang banyak dilakukan di tanah adat dan kawasan konservasi tanpa konsultasi atau persetujuan dari warga lokal.
Selain itu, dia mengatakan, konflik bersenjata antara TNI/Polri dan TPNPB masih terus terjadi. Menurut dia, akar masalah konflik ini karena ada marginalisasi politik, diskriminasi budaya, pelanggaran HAM, dan ketimpangan ekonomi. Pendekatan militer bukan solusi mengatasi masalah itu.
"Sebab yang terjadi hanya trauma berkepanjangan dan hilangnya akses pendidikan serta kesehatan bagi masyarakat di zona konflik,”ujar dia.
Akia pun berharap Gibran bisa menyelesaikan eksploitasi sumber daya alam hingga masalah konflik kekerasan di Papua. Dia meminta ada ruang dialog antara pemerintah dan masyarakat Papua, termasuk kelompok pro-kemerdekaan, dengan fasilitasi pihak ketiga seperti PBB. Menurut dia, transparansi media sangat penting.
“Mengizinkan wartawan independen meliput situasi HAM di Papua akan membuka akses terhadap informasi yang selama ini dikaburkan,” ujar dia.
Profesor Riset pada Pusat Riset Kewilayahan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Cahyo Pamungkas mengatakan, rencana Presiden Prabowo memberikan penugasan khusus kepada Gibran mirip seperti pembentukan Unit Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat (UP4B) yang dipimpin mantan Wakil presiden Boediono dan pembentukan Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) yang dipimpin mantan Wapres Ma'ruf Amin.
Kedua lembaga itu fokus menangani masalah Papua termasuk penyelesaian pelanggaran HAM. Dari situ, Cahyo mengatakan, tidak ada terobosan baru bila Gibran akan membuat kantor di Papua.
"Saya tidak melihat akan ada terobosan baru dalam penelusuran konflik kekerasan. Mungkin ya, kalau nanti Gibran diberikan keppres hanya akan melanjutkan apa yang telah dilakukan oleh kedua lembaga itu, " ujar dia saat dihubungi, Rabu, 9 Juli 2025.
Cahyo sendiri melihat kebijakan ini tidak akan menyelesaikan masalah konflik Papua. Berkaca dari pembentukan UP4B dan BP3OKP, masalah Papua seperti kekerasan dan pengungsi masih terus terjadi. Kerena itu, rencana penugasan Gibran, kata Cahyo, hanya akan mengulangi kegagalan-kegagalan yang telah dilakukan sebelumnya.
"Masalah Human Development Index di daerah yang rata-rata, dari daerah yang proporsi penduduk orang asli Papuanya besar seperti di Papua Gunungan itu masih rendah. Masalah ini masih ada," ujar dia.
Cahyo juga mengatakan, kebijakan ini tidak akan efektif menyelesaikan masalah Papua. Cahyo melihat kebijakan ini hanya sekedar pembagian tugas belaka antara presiden dan wapres.
"Kalau saya melihat upaya yang tidak akan efektif, tidak akan mencapai sasaran, " ujar dia.
Tempo sudah meminta tanggapan Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dan Stah Khusus Gibran Tina Talisa. Namun keduanya belum merespons.
Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka sebelumnya dikabarkan diberi tugas oleh Presiden Prabowo Subianto untuk mengurus Papua. Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan, ada kemungkinan pula wapres akan memiliki kantor di Papua.
"Bahkan kemungkinan ada kantornya wapres untuk bekerja dari Papua menangani masalah ini," kata Yusril dikutip dalam Laporan Tahunan Komnas HAM 2024 yang dipantau via YouTube Komnas HAM pada Rabu, 2 Juli 2025.
Belakangan, Yusril mengatakan, tidak akan berkantor di Papua. Yang berkantor di Papua adalah kesekretariatan dan personalia pelaksana dari badan khusus yang diketuai oleh wakil presiden.
"Jadi bukan wakil presiden akan berkantor di Papua, apalagi akan pindah kantor ke Papua,” kata Yusril dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu, 9 Juli 2025.