TEMPO.CO,Jayapura - Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Hak-Hak Masyarakat Adat, Albert Kwokwo Barume, melawat ke Jayapura, Provinsi Papua. Dalam pertemuan dua hari yang diinisiasi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) ini, Barume menampung keluh kesah dan kesaksian masyarakat adat Papua terdampak konsesi sawit maupun proyek strategis nasional atau PSN.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Barume dipercaya mengemban tugas sebagai pelapor khusus PBB sejak Desember 2024. Sebagai pelapor khusus, dia bisa melakukan kunjungan resmi (official visit) dan tidak resmi (unofficial visit). Lawatan ke Papua ini merupakan kunjungan informal yang disebut juga sebagai “kunjungan akademik”. Perbedaan dari kedua jenis kunjungan tersebut, ia menuturkan, adalah bila berkunjung tanpa adanya undangan resmi dari pemerintah negara yang bersangkutan, maka yang bisa ia lakukan selama kunjungan itu cukup terbatas.
“Hal yang berbeda adalah ketika Anda melawat ke negara tanpa pemerintah menerima Anda, ada hal yang tidak bisa Anda katakan dan ada hal yang tidak bisa Anda lakukan,” ucap Barume di hadapan masyarakat adat Orang Asli Papua (OAP), di Jayapura, Papua, pada Jumat, 4 Juli 2025.
“Tapi saya bisa mendengar saya bisa melihat, dan saya pikir itu cukup,” kata dia kemudian.
Pada unofficial visit seperti ini, Barume tidak dapat memberikan komentar atas situasi negara. Artinya, dia memiliki keleluasaan untuk melihat kondisi dan mendengar pengalaman masyarakat adat, tetapi tidak untuk melakukan penilaian terhadap pemerintah.
Albert pun mendorong masyarakat adat yang hadir untuk bicara dengan dirinya mengenai kondisi yang selama ini mereka alami. “Jika Anda bertanya tentang Indonesia, saya tidak dapat menjawabnya. Tetapi Anda dapat mengatakan apa saja karena Anda lebih bebas daripada saya,” kata dia.
Barume menekankan pentingnya memahami perbedaan antara misi official dan non-official. Namun demikian, menurut dia misi tak resmi juga tak kalah berguna. Sebab, Barume dan timnya bisa melihat langsung situasi masyarakat adat. “Kemudian, saya dapat berdiskusi dengan pemerintah dari apa yang saya dengar, dari apa yang saya lihat,” ujar Barume.
Pelapor khusus PBB, ia menyatakan, memiliki mandat untuk menjadi amplifier atau penguat suara masyarakat. “Saya mendengar dari Anda dan yang saya dengar dari Anda, saya membawanya ke pihak yang lebih tinggi. Itu satu-satunya kekuatan yang saya miliki,” tutur Barume.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi berharap kehadiran Pelapor Khusus PBB dapat membuka tabir yang selama ini menutupi persoalan yang dihadapi masyarakat adat di Papua. Rukka berkata bahwa dunia, namun khususnya orang-orang Indonesia, perlu melihat yang benar-benar terjadi kepada masyarakat adat.
Dia menyebut semua rakyat Indonesia berhak atas penghidupan yang lebih baik. “Tapi tidak berarti untuk menempatkan penghidupan yang lebih baik, kita boleh berdiri mengisap darah dan air mata dan hak-hak saudara-saudara kita, masyarakat adat di Papua,” kata Rukka.