Liputan6.com, Jakarta Selain pertumbuhan fisik, di tengah era yang serba cepat dan penuh tekanan, orangtua perlu memantau kesehatan mental anak.
Dokter spesialis anak Jessica Sugiharto mengungkapkan orangtua perlu memantau ekspresi emosi anak serta cara mereka berinteraksi dan merespons lingkungannya.
“Emosi anak merupakan bentuk ekspresi yang muncul sebagai respons terhadap interaksi sosial atau proses belajar. Setiap anak memiliki tingkat emosi dan kapasitas yang berbeda dalam mengelola tekanan," kata Jessica dalam webinar kesehatan yang diselenggarakan oleh Halodoc dalam memperingati Hari Anak Nasional 2025 pada Selasa 22 Juli 2025.
Jessica mengatakan setiap anak memiliki cara yang berbeda dalam menunjukkan perasaaan masing-masing. Bila ada perubahan atau keadaan yang tidak nyaman biasanya akan mengalami perubahan perilaku.
“Mungkin anak merasa cenderung lebih diam atau mudah sekali marah. Kemudian, bagaimana respons anak terhadap teman-teman atau aktivitas sosialnya. Ini menjadi poin penting apakah anak sedang merasa stres atau tidak nyaman," katanya.
Kesehatan Emosional Anak di Masing-Masing Tahapan Usia
Jessica menjelaskan fokus emosi, risiko masalah, dan aspek-aspek yang perlu diperhatikan oleh orangtua di setiap fase perkembangan usia anak.
Usia 2-5 Tahun
Pada masa ini, pondasi emosi dan sosial mulai terbentuk. Gangguan pada tahap ini dapat berdampak langsung pada proses tumbuh kembang anak.
Fokus emosi: Anak mulai mengenali dan mengekspresikan emosi dasar seperti marah, senang, takut, dan sedih.
Risiko masalah: Anak rentan mengalami tantrum ekstrem serta kesulitan dalam berkomunikasi.
Hal yang diperhatikan:
- Ekspresi emosi dasar
- Tantrum dan bagaimana anak belajar menenangkan diri
- Respons terhadap pengasuh dan teman sebaya
- Kecemasan saat berpisah dengan orang tua
- Perkembangan bahasa sebagai alat komunikasi emosi
Usia 6–12 Tahun
Tahapan ini adalah masa penting untuk pembentukan karakter dan kemampuan anak beradaptasi secara sosial. Masalah emosional pada usia ini bisa muncul sebagai gangguan belajar atau perilaku.
Fokus emosi: Penguatan kemampuan bersosialisasi, kepercayaan diri, serta kemampuan mengendalikan emosi.
Risiko masalah: Anak mungkin menunjukkan agresivitas, cenderung menarik diri dari lingkungan sosial, dan mudah merasa frustrasi.
Hal yang Diperhatikan:
- Kemampuan bersosialisasi di lingkungan sekolah maupun rumah
- Rasa percaya diri dalam berinteraksi
- Toleransi terhadap kegagalan atau kesalahan
- Perilaku anak di lingkungan sekolah
- Cara menyampaikan dan mengenali perasaan
Usia 12–18 Tahun
Memasuki masa remaja, anak menghadapi berbagai tekanan dari lingkungan maupun media sosial. Risiko gangguan mental seperti depresi meningkat pada fase ini.
Fokus emosi: Pencarian identitas diri, tekanan sosial, dan pengelolaan emosi yang lebih kompleks.
Risiko masalah: Anak dapat mengalami depresi, kecenderungan menyakiti diri sendiri (self-harm), serta isolasi sosial.
Hal yang Diperhatikan:
- Pembentukan identitas diri yang sehat
- Kemampuan mengatur emosi kompleks
- Kualitas hubungan sosial dan romantis
- Tekanan akademik dan sosial yang meningkat
- Gejala depresi, isolasi, dan tindakan menyakiti diri
Tanda-Tanda Masalah Mental pada Anak yang Perlu Diwaspadai
Dalam sesi yang sama, Jessica juga menjelaskan sejumlah tanda yang bisa menjadi indikator awal adanya gangguan kesehatan mental pada anak.
- Anak menjadi lebih pendiam atau justru mudah marah tanpa sebab yang jelas
- Perkembangan sosial anak terlihat terganggu, seperti mengisolasikan diri dari teman-teman sebayanya
- Anak menunjukkan rasa takut atau terlihat panik dalam situasi tertentu
- Penurunan fokus belajar dan kurangnya semangat untuk menjalani keseharian.
Jika terlihat perubahan itu, coba luangkan waktu lebih banyak untuk berinteraksi dengan anak. Pada anak yang sudah bisa diajak berkomunikasi ajak berbicara dari hati ke hati, tanyakan kondisi erta tanyakan pula mengenai pikiran, perasaan dan harapannya.