TEMPO.CO, Jakarta - Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani mengatakan partainya masih mengkaji ihwal putusan Mahkamah Konstitusi yang memisahkan jadwal pemilu serentak nasional dan daerah. Dia berujar, salah satu yang dikaji PDIP adalah soal kemungkinan pemisahan itu melanggar amanat Undang-undang Dasar 1945.
"Karena Pemilu sesuai dengan UUD adalah lima tahun sekali," kata Puan di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis, 3 Juli 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam keterangan sebelumnya, Puan menyatakan sejumlah partai politik akan berkumpul untuk mendiskusikan putusan MK tersebut. Dia berujar masing-masing fraksi di DPR akan mewakili partai politiknya untuk menyatakan sikap.
"Karenanya memang ini perlu dicermati oleh seluruh partai politik, imbas atau efek dari keputusan MK tersebut," ucapnya.
Adapun dalam putusannya, MK menyatakan pemilu lokal diselenggarakan paling singkat 2 tahun atau paling lama 2,5 tahun setelah pemilu nasional. Dalam pertimbangannya, MK menyatakan pemilu nasional yang berdekatan dengan pemilu lokal menyebabkan minimnya waktu bagi masyarakat menilai kinerja pemerintahan dalam hasil pemilu nasional.
Dalam rentang waktu yang sempit itu, hakim MK menilai pelaksanaan pemilu yang serentak menyebabkan masalah pembangunan daerah cenderung tenggelam di tengah isu nasional. Padahal, menurut Mahkamah, masalah pembangunan di setiap provinsi dan kabupaten/kota harus tetap menjadi fokus dan tidak boleh dibiarkan tenggelam.
Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 dibacakan pada Kamis, 26 Juni 2025. Gugatan uji formil terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada ini diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) ke MK.
Adapun MK memutuskan penyelenggaran pemilu di tingkat nasional seperti pemilihan anggota DPR, anggota DPD, dan presiden/wakil presiden harus dilakukan terpisah dengan penyelenggaraan pemilihan umum tingkat daerah atau kota. Putusan ini membuat pemilu serentak yang selama ini dikenal sebagai “Pemilu 5 kotak” tidak lagi berlaku untuk Pemilu 2029 mendatang.
Dede Leni berkontribusi dalam penulisan artikel ini