Liputan6.com, Jakarta - Parlemen atau Kongres AS disebut-sebut melarang anggotanya menggunakan aplikasi pesan WhatsApp karena adanya risiko keamanan. Para anggota parlemen diminta untuk menghapus pemasangan WhatsApp pada perangkat milik pemerintah.
Larangan ini diberlakukan setelah adanya peringatan dari Kantor Keamanan Siber AS. Sebelumnya, parlemen AS juga melarang penggunaan TikTok dan sejumlah aplikasi AI.
Informasi ini pertama kali dilaporkan oleh Axios dan dikutip 9to5Mac, Rabu (25/6/2025). Berikut adalah petikan informasi larangan penggunaan WhatsApp di kalangan pemerintahan dan parlemen Amerika Serikat, berdasarkan memo internal:
"Kantor Keamanan Siber telah menganggap WhatsApp berisiko tinggi bagi pengguna karena kurangnya transparansi dalam cara melindungi data pengguna, tidak adanya enkripsi data yang disimpan, dan potensi risiko keamanan yang terkait dengan penggunaannya," kata Kepala House of Representatives AS.
“Staf House of Representatives (parlemen AS) tidak diizinkan untuk mengunduh atau menyimpan aplikasi WhatsApp di perangkat manapun milik House of Representatives, termasuk versi seluler, desktop, atau web browser dari produknya,” kata Kepala House of Representatives AS melalui email kepada seluruh anggota parlemen.
“Jika Anda memiliki aplikasi WhatsApp di perangkat yang dikelola House, Anda akan dihubungi untuk menghapusnya,” ujarnya mengimbuhi.
Sebagai gantinya anggota parlemen didesak untuk menggunakan layanan lain seperti Microsoft Teams, Wickr, Signal, iMessage, atau FaceTime.
Beredar pesan berantai lewat SMS dan applikasi percakapan whatsapp, berisi klaim tawaran uang dari pemerintah melalui Pertamina, sebesar 189 juta rupiah. Penipuan bermodus hadiah lewat pesan berantai masih marak terjadi.
Tanggapan Meta
Lantas bagaimana tanggapan Meta? Juru bicara perusahaan induk WhatsApp, Meta, Anty Stone mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Axios.
“Kami tidak setuju dengan karakterisasi Kepala Pejabat Administrasi DPR AS dalam istilah yang paling kuat. Kami tahu anggota dan staf mereka menggunakan WhatsApp secara teratur dan kami berharap dapat memastikan anggota DPR dapat bergabung dengan rekan-rekan Senat mereka, dalam melakukannya secara resmi,” kata Stone.
Sementara itu menurut Reuters, pada Januari lalu, pihak WhatsApp mengatakan perusahaan membesut program mata-mata, Paragon Solutions, menargetkan sejumlah pengguna WhatsApp termasuk di dalamnya jurnalis hingga anggota masyarakat sipil.
DPR AS telah melarang penggunaan aplikasi lain dari perangkat anggotanya, meliputi pelarangan TikTok pada 2022 karena masalah keamanan.
DeepSeek juga sempat dilarang dipasang pada perangkat milik pemerintahan hingga militer AS.
WhatsApp jadi Sasaran dalam Konflik Iran dan Israel
Sementara itu, pada awal seteru antara Israel dan Iran, pemerintah Iran melalui siaran TV nasional sempat meminta masyarakatnya untuk menghapus WhatsApp dari smartphone mereka.
Seruan ini dilontakan lantaran ada kekhawatiran aplikasi chatting milik Meta tersebut mengumpulkan informasi pengguna untuk dibagikan pada Israel.
Tidak hanya aplikasi WhatsApp, warga juga diminta menghindari penggunaa aplikasi lain yang berbasis lokasi.
Menjawab tuduhan itu, WhatsApp menyatakan kalau hal tersebut tidak benar. Sebab, aplikasi mereka telah dibekali teknologi enkripsi end-to-end.
Dengan kata lain, pesan yang dikirimkan tidak bisa dilihat pihak ketiga, bahkan WhatsApp sendiri.