TEMPO.CO, Jakarta -Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai pelaksanaan asesmen literasi dan numerasi dalam masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) masih membutuhkan perhatian, khususnya dari sisi kesiapan sekolah dan ketersediaan panduan teknis dari pemerintah.
Pilihan editor: Apa Sebabnya Banyak Sarjana Sulit Mendapatkan Pekerjaan
Meski mendukung kebijakan tersebut, P2G mencatat bahwa implementasi di lapangan belum seragam dan membutuhkan dukungan lebih lanjut. Dewan pakar P2G, Suparno Sastro, mengatakan asesmen ini penting sebagai alat diagnosis awal kemampuan siswa baru, terutama di jenjang SMA dan sederajat.
Namun, pelaksanaannya masih bergantung pada kesiapan masing-masing sekolah. "Beberapa sekolah sudah siap. Tapi bagi sekolah lain, memang butuh kesiapan khusus untuk melakukan ini, karena kita belum menyiapkan standar seperti apa pelaksanaannya," ujar Suparno saat dihubungi pada Jumat, 11 Juli 2025.
Menurut dia, asesmen literasi dan numerasi ini merupakan respons terhadap rendahnya capaian siswa dalam hasil asesmen nasional. Ia menyebut, mayoritas siswa masih berada di bawah kemampuan minimum dalam hal literasi dan numerasi, sementara yang berada di tingkat tinggi tidak sampai satu persen.
"Sebagian besar siswa kita itu masih di bawah kemampuan minimum. Yang memiliki kemampuan sangat tinggi itu kurang dari satu persen, baik literasi maupun numerasi," kata Suparno.
Ia menilai kebijakan asesmen di masa MPLS sebagai langkah positif untuk mengenali profil awal siswa. Dengan data itu, guru bisa menyesuaikan pendekatan belajar sejak awal tahun ajaran. "Ini langkah baik untuk mendiagnosa, sebagai alat bagi guru untuk mengetahui kemampuan awal siswa," katanya.
Namun, ia mengingatkan bahwa asesmen akan efektif jika dilakukan secara terstandar dan konsisten. Jika tidak, manfaatnya sulit dirasakan siswa. Ia mencontohkan bahwa guru di berbagai daerah masih menyusun asesmen secara mandiri tanpa acuan yang seragam.
"Kalau diserahkan ke satuan pendidikan masing-masing, berarti tergantung pada kesiapan guru untuk menyiapkan soal. Bisa jadi setiap sekolah pun berbeda-beda," ucapnya.
Suparno mendorong pemerintah untuk menyediakan panduan teknis serta contoh soal asesmen yang terstandar. Ia menyarankan model soal mengacu pada tes internasional seperti PISA atau TIPS, agar diagnosis kemampuan siswa benar-benar akurat dan bermanfaat untuk pembelajaran ke depan.
"Harapannya pemerintah bisa memberikan rambu-rambu bagaimana cara melihat atau mendiagnosa kemampuan awal siswa," kata dia.
Menurut panduan resmi MPLS, asesmen tersebut bukan sekadar formalitas, melainkan dirancang sebagai instrumen awal untuk memetakan kemampuan dasar murid. Hasil asesmen digunakan oleh guru sebagai acuan untuk merancang strategi pembelajaran yang lebih kontekstual dan adaptif.
Dinda Shabrina berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan editor: Mengapa Kementerian-Lembaga Ramai-ramai Meminta Tambahan Anggaran
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini