TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Sarjoko, menjelaskan pelaksanaan sistem penerimaan murid baru atau SPMB 2025 di Jakarta sepenuhnya mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendikdasmen) Nomor 3 Tahun 2025, termasuk dalam penentuan jalur domisili.
Menanggapi laporan masyarakat yang mengeluhkan penggunaan nilai akademik dalam seleksi jalur domisili, Sarjoko menegaskan mekanisme tersebut hanya berlaku di jenjang Sekolah Menengah Atas atau SMA.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menjelaskan jalur domisili pada jenjang SMA memang menempatkan kemampuan akademik sebagai kriteria pertama, baru kemudian mempertimbangkan wilayah prioritas, usia peserta didik, urutan pilihan sekolah, dan waktu pendaftaran.
“Berbeda dengan jalur domisili jenjang SMP, yang seleksinya diutamakan berdasarkan wilayah penerimaan murid baru (PMB) prioritas,” kata Sarjoko saat dihubungi, Jumat, 4 Juli 2025.
Untuk jenjang SMP, Sarjoko mengatakan seleksi dilakukan berdasarkan pemetaan wilayah prioritas penerimaan murid baru, usia tertua, urutan pilihan sekolah, dan waktu pendaftaran.
Sarjoko juga menegaskan penentuan wilayah dalam jalur domisili SMP tidak didasarkan pada jarak antara rumah dan sekolah secara linier, melainkan pada pemetaan administratif yang merujuk pada RT tempat tinggal peserta didik dan kedekatannya dengan RT sekolah.
“Bukan jarak. Tapi pemetaan wilayah berdasarkan RT setempat dengan sekolah, dan RT terdekatnya,” ujarnya.
Ia menyebut perbedaan mekanisme ini disesuaikan dengan kondisi sebaran sekolah negeri di Jakarta, terutama di jenjang SMA yang dinilai masih belum merata. “Masih terdapat 166 kelurahan di Jakarta yang belum memiliki SMA negeri,” ujarnya.
Aturan dalam Permendikdasmen tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam Pergub DKI Jakarta Nomor 414 Tahun 2025 tentang Petunjuk Teknis Penerimaan Murid Baru. Sarjoko mengatakan seluruh proses seleksi di Jakarta dijalankan sesuai regulasi yang berlaku.