TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Transmigrasi Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara mengenang kembali masa saat aktif berkarier militer di Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat. Ia menceritakan momen-momen besar pencapaiannya saat memberikan pidato dalam sidang promosi doktor pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran, Jumat, 11 Juli 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Iftitah mula-mula memberi penghormatan kepada Jenderal TNI Purnawirawan Erwin Sudjono yang merupakan pemimpinnya saat menempuh Akademi Militer pada 1999 silam. Saat itu Iftitah menjadi lulusan terbaik Akmil.
"Secara khusus saya ingin menyampaikan penghormatan kepada Letnan Jenderal TNI Purnawirawan Erwin Sudjono Komandan Resimen Taruna saya yang memperjuangkan saya menerima Bintang Adhi Makayasa pada tahun 1999," katanya di Universitas Padjadjaran, Jawa Barat, pada Jumat, 11 Juli 2025
Iftitah mengatakan penghargaan itu sangat berkesan baginya. Namun, ia menilai tanggung jawab moralnya begitu besar. "Saya sempat merenung, andai saat itu saya memahami penuh konsekuensinya dan ada keistimewaan bisa memilih mungkin saya akan memilih lebih bijak."
Namun, tantangan yang dihadapi Iftitah tak hanya sampai di situ saja. Dia juga menyebutkan bahwa saat menempuh menempuh pendidikan di US Army Command General and Staff College (Seskoad) di Fort Leavenworth, Kansas, Amerika Serikat, pada 2015, juga menjadi batu loncatannya.
Pada tahun itu ia dinominasikan menjadi lulusan terbaik dalam penghargaan General Dwight D. Eisenhower. Akan tetapi ia tidak terpilih dan menemukan hikmahnya. "Semua syarat terpenuhi, tapi saat itu saya menyadari hidup itu bukan perlombaan dan bukan tentang nama kita tertulis di dinding kemegahan," ujarnya.
Alih-alih mengejar predikat baru, dia mengklaim lebih penting baginya untuk mendalami makna dari setiap fase hidup. Politikus Partai Demokrat itu kemudian mengungkit filosofi hidupnya yang ia pelajari dari Laksamana Madya TNI Purnawirawan Didik Heri Purnomo.
"Jadilah kuda perang yang tahu kapan maju, kapan diam, dan kapan mundur. Bukan kuda pacuan yang terjebak ambisi, bukan pula kuda ketangkasan yang melompat tanpa nurani," ucap Iftitah menirukan.
Momen-momen penting itu menjadi refleksi bagi Iftitah yang menyatakan bahwa kolaborasi lebih penting dibanding kompetisi. Dia juga meyakini bahwa kebersamaan bisa membawa seseorang pergi lebih jauh, meski jika pergi sendirian bisa lebih cepat sampai ke tempat tujuan.
Eks ajudan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono itu juga mengumbar kedekatannya dengan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono. "Semangat itulah yang menyatukan saya dengan Mas AHY 27 tahun lalu. Kami tinggalkan sentimen dan membangun join forces kolaborasi untuk TNI dan Indonesia," ujar Iftitah.
Kini Iftitah mendapatkan gelar doktor bidang ilmu politik dari Unpad. Dia membuat disertasi berjudul "Eklektisisme Perilaku Memilih dalam pilpres 2024: Analisis Multidimensi atas Pengaruh Karakteristik Sosial, Rasionalitas Politik dan Dinamika Utilitas Maksimal dalam Pembentukan Preferensi Elektoral di Indonesia."
Sidang disertasinya dipimpin oleh Rektor Unpad Arief Sjamsulaksan Kartasasmita, dengan Ketua Tim Promotor Mudiyati Rahmatunnisa, dan anggota tim promotor Arry Bainus, Ahmad Khoirul Umam. Tim oponen ahli terdiri dari Burhanduddin Muhtadi, Budhi Gunawan, Wawan Budi Darmawan, serta representasi guru besar Widya Setiabudi.
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono, ikut hadir pada sidang, juga Menteri Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya, Wakil Menteri Transmigrasi Viva Yoga Mauladi, Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Rudi Setiawan, dan Wakil Ketua MPR Edhie Baskoro Yudhoyono.