TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menegaskan tidak akan mengusulkan penangguhan penahanan terhadap tujuh tersangka persekusi retret remaja Kristen di Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Menurut dia, gagasan yang sempat dilontarkan oleh staf khususnya, Thomas Harming Suwarta, itu hanya bentuk spontanitas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sebagai Menteri HAM saya tidak akan menindaklanjuti usulan spontanitas Thomas Suwarta karena itu mencederai perasaan ketidakadilan bagi pihak korban,” kata Pigai sebagaimana dikutip dari Antara pada Sabtu, 5 Juli 2025.
Pigai menuturkan bahwa tindakan yang bertentangan dengan hukum merupakan perbuatan dari individu atau personal yang juga tidak sesuai dengan ideologi bangsa. Kendati demikian, Pigai berujar Kementerian HAM belum mengeluarkan sikap resmi apa pun ihwal kasus tersebut.
“Sampai saat ini kami belum mengeluarkan surat atau sikap resmi dari kementerian karena sedang menunggu laporan dari Kantor Wilayah Jawa Barat. Demikian untuk menjadi perhatian,” kata dia.
Sebelumnya, pada 3 Juni 2025 lalu, Staf Khusus Menteri HAM Thomas Harming Suwarta dan Stanislaus Wena menggelar rapat dengan Forkompimda Kabupaten Sukabumi dan tokoh lintas agama di Pendopo Kabupaten Sukabumi, Jalan Ahmad Yani, Warudoyong, Kota Sukabumi. Dalam kesempatan tersebut, Thomas Harming Suwarta mendorong agar penyelesaian kasus ini diupayakan melalui pendekatan restorative justice. Kementerian HAM juga mendorong agar para tersangka dilakukan penangguhan penahanan.
Belakangan, Thomas mengatakan bahwa gagasan tersebut masih sebatas usulan. Thomas menilai, penyelesaian melalui keadilan restoratif merupakan bagian dari komitmen bersama untuk senantiasa menjaga stabilitas wilayah dan integrasi nasional. Menurut dia, pihaknya tetap sangat mendukung proses penegakan hukum yang dijalankan terhadap aktor-aktor pelaku pengrusakan villa di Sukabumi.
“Tapi yang juga tidak kalah penting adalah kehendak bersama kita sebagai bangsa yang beragam, bahwa mengelola keberagaman dan kebebasan beragama di Indonesia yang sedemikian kompleks ini tentu perlu hikmat dan kebijaksanaan,” tutur Thomas dalam keterangan tertulis, Sabtu, 5 Juli 2025.
Usulan Thomas untuk menangguhkan penahanan itu menerima kecaman dari sejumlah pihak. Anggota Perhimpunan Profesi Hukum Kristiani Indonesia (PPHKI) Martin Lukas Simanjuntak, misalnya, ia mengatakan keputusan untuk mengambil langkah tersebut merupakan cacat logika.
“Serta tidak mendukung program pemerintah dalam pencegahan tindakan intoleransi yang kerap terjadi berulang,” kata Martin pada Jumat, 4 Juli 2025.
Jika seperti itu, menurut Martin, langkah Kementerian HAM justru menjadikan pemerintah melakukan pembiaran terhadap tindakan intoleransi di daerah. Apalagi dengan memakai alasan menjaga situasi kondusif.
Kecaman juga datang dari Amnesty International Indonesia. Menurut Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid, Kementerian HAM seharusnya menyadari kebebasan dalam beragama dan beribadah merupakan bagian dari hak asasi manusia. “Ini sangat ironis dan menyakiti perasaan korban” kata Usman dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 4 Juli 2025.