TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Agama Nasaruddin Umar akan membentuk tim khusus untuk mencegah kekerasan seksual di pesantren setelah mengikuti rapat terbatas membahas Gerakan Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ya kami sudah bentuk timnya. Tidak boleh ada seperti itu lagi ya. Dan kami bentuk tim khusus pencegahannya,” kata Nasaruddin di kantor Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Jakarta, Kamis, 10 Juli 2025.
Nasaruddin mengatakan kekerasan seksual sebetulnya bukan terjadi di pondok pesantren, tetapi tempat pendidikan abal-abal yang mengaku sebagai pesantren.
Baru-baru ini, kasus pelecehan seksual kembali terjadi di lingkungan pondok pesantren. Kali ini dilakukan oleh seorang guru di salah satu pondok pesantren daerah Ciamis, Jawa Barat.
Pelaku berinisial NHN tersebut melecehkan seorang santri perempuan. Dalam keterangannya pada 19 Juni lalu, Kepala Kepolisian Resor Ciamis Ajun Komisaris Besar Akmal mengatakan korban mengaku disetubuhi 10 kali di rumah pelaku.
Guru tersebut memperkosa korban sejak November 2024 hingga Februari 2025. Korban masih berusia belasan tahun dan berstatus di bawah umur saat pertama kali dilecehkan. Korban saat itu masih duduk di kelas VIII SMP.
April kemarin, kerasan seksual dan pencabulan terhadap santri juga terjadi di pondok pesantren di Tulungagung, Jawa Timur. Seorang pria berinisial AIA (26 tahun) ditetapkan sebagai tersangka karena mencabuli sejumlah santri.
Kapolres Tulungagung Ajun Komisaris Besar Mohammad Taat Resdi mengatakan tersangka bertugas sebagai pembina kamar di pondok pesantren tersebut. Pria asal Sumatera Selatan ini telah mengakui perbuatan cabulnya terhadap 12 santri laki-laki yang masih berusia antara 8-14 tahun.
Maret tahun lalu, seorang kiai dan anaknya, yang menjadi pengasuh sekaligus pemilik pondok pesantren di Trenggalek, Jawa Timur, mencabuli belasan santrinya.
Pimpinan pondok pesantren di Cikande, Serang, Banten, juga ditangkap Kepolisian Resor Serang pada 1 Desember 2025. Pelaku berinisial K melecehkan tiga santrinya berulang kali sejak 2021. Perbuatan itu dilakukan di dalam pondok pesantren.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifatul Choiri Fauzi mengatakan mengatakan kementeriannya mancatat ada 11.800 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak pada 1 Januari hingga Juni 2025. Kemudian, dari awal Januari hingga 7 Juli 2025 totalnya sudah mencapai 13.000 kasus.
“Artinya dalam waktu dua minggu lebih, jumlah kasus yang terlaporkan sudah di atas 2.000,” kata Arifatul di kantor Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Jakarta Pusat, Kamis, 10 Juli 2025.
Arifatul mengatakan kasus terbanyak adalah kekerasan seksual dengan korban paling banyak perempuan. Adapun lokasi peristiwa justru banyak terjadi di lingkungan rumah tangga.
Vedro Imanuel Girsang, Raden Putri Alpadillah Ginanjar, Alif Ilham Fajriadi, Dede Leni Mardianti, dan Yuni Rohmawati berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan editor: Putusan MK soal Pemisahan Pemilu Disebut Picu Tubulensi Politik