TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Luar Negeri Sugiono menyatakan penyelesaian masalah warga negara Indonesia di Kamboja yang terjerumus penipuan kerja harus ditangani secara menyeluruh. Sugiono mengatakan kasus ini harus ditangani dari hulu sampai kepada pencari kerja di tempat masing-masing.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Upaya ini harus dilakukan secara komprehensif,” kata Sugiono saat rapat di komisi I DPR, Senin, 30 Juni 2025. “Harus ada sosialisasi, saat mengisi lowongan pekerjaan yang ada di luar negeri, dicek benar apa tidak, track record seperti apa.”
Sugiono mengatakan tidak semua WNI yang ke Kamboja adalah korban tindak pidana perdagangan orang atau TPPO. Ada beberapa modus, sebagian besar yang terjadi memang sebagian besar terkait online scam di Kamboja atau Myanmar.
Sejak 2021, Kementerian Luar Negeri mencatat 7600 kasus yang berkaitan dengan online scam. Kamboja paling tinggi dengan 4300 kasus, dan Myanmar dengan 1110. Dari jumlah tersebut 1508 kasus urusannya dengan TPPO.
Kementerian Luar Negeri sudah menyediakan berbagai informasi di situs dan aplikasi resmi untuk sosialisasi. Sugiono mengatakan bahwa dirinya sudah meminta tolong kepada Komisi I untuk ikut mengawasi di daerah pemilihan masing-masing warga yang jadi korban. Namun politikus Partai Gerindra ini mengungkap ada fenomena repeater offender atau seseorang yang berulang kali terjebak dalam kasus ini.
Sebelumnya, Subdirektorat III Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak, Pemberantasan Perdagangan Orang (PPA/PPO) Bareskrim Polri bersama Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Soekarno-Hatta menggagalkan keberangkatan 98 WNI yang diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Pencegahan ini dilakukan selama periode 1–25 Juni 2025.
Puluhan WNI ini berangkat ke luar negeri sebagai pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal. “Tujuannya ke negara Timur Tengah seperti Yaman, Saudi Arabia hingga Kamboja dan Malaysia. Semuanya non prosedural," ujar Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Bandara Soekarno-Hatta Johanes Fanny Satria Cahya Aprianto, Rabu 25 Juni 2025.
Menurut Fanny, puluhan PMI nonprosedural ini akan berangkat ke luar negeri tanpa prosedur resmi yang ditetapkan pemerintah. "Modus yang digunakan adalah seolah-olah mereka berangkat secara mandiri atau difasilitasi oleh kerabat dan kenalan yang sudah lebih dahulu berada di luar negeri,” kata Fanny.
Dalam rapat bersama Kementerian Luar Negeri hari ini, Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Nurul Arifin menyinggung soal penipuan kerja warga negara Indonesia di Kamboja. Legislator bidang luar negeri ini heran fenomena ini terjadi di kalangan anak muda yang berpendidikan.
“Mereka kok bisa tertipu dan terjeblos jadi scammer, admin judi online?,” kata Nurul. “Kok kita careless hingga membuat warga negeri sendiri masuk perangkap Kamboja, perbatasan Myanmar dan lain sebagainya”
Kepada Sugiono, Nurul mempertanyakan apa langkah kementerian luar negeri untuk mereduksi peristiwa seperti itu. Politikus Partai Golkar ini juga mempertanyakan kontribusi Kementerian Luar Negeri dalam konteks edukasi kepada anak muda mengenai potensi penipuan kerja di luar negeri.
Terpisah, Amnesty International menemukan warga negara Indonesia di antara ratusan korban perbudakan, tindak pidana perdagangan orang (TPPO), dan penganiayaan di Kamboja. Dalam laporan terbaru berjudul “I Was Someone Else’s Property”, organisasi itu mewawancara seorang WNI dan 57 warga negara lain yang diduga mengalami pelanggaran hak asasi manusia di kompleks penipuan daring atau scamming compounds.
Amnesty International melakukan wawancara langsung dan jarak jauh dengan 58 penyintas dari kompleks-kompleks penipuan di Kamboja. Para penyintas berasal dari tujuh negara: 24 warga negara Thailand, 20 dari Cina, enam dari Malaysia, tiga dari Bangladesh, dua dari Vietnam, satu dari Indonesia, satu dari Taiwan, dan satu dari Ethiopia.
Para penyintas melaporkan bahwa mereka ditahan di 31 kompleks penipuan yang berbeda, tersebar di 16 kota di Kamboja. Sebanyak 18 penyintas melaporkan bahwa mereka ditahan di lebih dari satu kompleks.