MENTERI Hak Asasi Manusia Natalius Pigai mengatakan sejumlah pakar HAM mengusulkan penguatan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dengan menjadikan rekomendasi Komnas HAM berkekuatan hukum lewat revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
“Jadi ada rekomendasi yang wajib ditindaklanjuti oleh para pihak, yang bersifat wajib, bersifat mengikat. Jadi kita akan beri kewenangan lebih,” kata Pigai di kantor Kementerian HAM, Jakarta, Kamis, 10 Juli 2025, seperti dikutip dari Antara.
Dia menuturkan, selama ini, Komnas HAM hanya bisa memberikan rekomendasi, tetapi tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Karena itu, dia menyebutkan revisi UU HAM akan memberikan kekuatan hukum kepada rekomendasi yang dikeluarkan Komnas HAM.
“Selama ini penanganan pelayanan kasus di Komnas HAM hanya berhenti pada rekomendasi yang tidak bertaring, tidak bergigi, maka kita beri taring dan gigi,” ujarnya.
Pigai mengatakan masyarakat datang ke Komnas HAM untuk mencari keadilan, dan sudah sepatutnya masyarakat mendapatkan pelayanan yang mumpuni dan hasil konkret atas aduannya ke Komnas HAM.
“Karena itulah kami akan beri kewenangan lebih kepada Komnas HAM agar rekomendasi itu bergigi dan mengikat. Jadi, ketika Komnas HAM merekomendasikan, maka para pihak harus wajib (melaksanakan rekomendasi) dan bersifat final," tuturnya.
Anggota Komnas HAM 2012-2017 ini juga berharap penguatan tersebut ditambah dengan komisioner yang berintegritas bisa menghadirkan keadilan bagi masyarakat yang membutuhkan, khususnya bagi kaum rentan.
“Mudah-mudahan ke depan setelah kami beri penguatan, komisioner-komisioner akan konsisten, berintegritas, bermoral, bermartabat. Ke depannya, menghadirkan keadilan bagi semua orang yang membutuhkan pertolongan. Khususnya orang-orang lemah dan para korban,” kata Pigai.
Pada Kamis, Kementerian HAM menggelar pembahasan revisi UU HAM bersama sejumlah pakar HAM. Kementerian berharap pelibatan para pakar HAM sejak awal pembahasan dapat memperkuat perlindungan HAM di Tanah Air.
Adapun kewenangan Komnas HAM diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, terutama Pasal 76 dan 89. Pasal 76 ayat (1) menyebutkan, “Untuk mencapai tujuannya, Komnas HAM melaksanakan fungsi pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi tentang hak asasi manusia.”
Adapun Pasal 89 mengatur tentang kewenangan Komnas HAM dalam menerima pengaduan pelanggaran HAM dari masyarakat. Pasal 89 ayat (3) mengatur tentang pelaksanaan fungsi Komnas HAM dalam pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76. Berdasarkan pasal ini, Komnas HAM bertugas dan berwenang antara lain menyelidiki dan memeriksa peristiwa yang patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia.
Aturan Ihwal Tindak Lanjut Rekomendasi Komnas HAM
Tata cara tindak lanjut atas rekomendasi Komnas HAM, selama ini diatur dalam Peraturan Komnas HAM Nomor 1 Tahun 2025 tentang Tindak Lanjut Rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Peraturan yang ditetapkan pada 7 Februari 2025 ini bertujuan memastikan setiap rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM kepada pemerintah, DPR, dan/atau pihak terkait benar-benar ditindaklanjuti secara nyata sebagai bagian dari upaya perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM di Indonesia.
Dikutip dari situs web Komnas Ham, Kamis, 03 Juli 2025, peraturan ini merupakan komitmen Komnas HAM dalam meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia. Maksud dari peraturan ini juga untuk mendukung pemerintah dalam menjalankan tanggung jawabnya atas perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan UU HAM.
Komnas HAM menyelenggarakan Koordinasi Kelembagaan dalam Rangka Tindak Lanjut Rekomendasi Komnas HAM di Jakarta pada Senin, 30 Juni 2025. Koordinasi lintas kementerian lembaga ini dimaksudkan untuk sosialisasi peraturan baru tersebut.
Ketua Komnas HAM Anis Hidayah saat memberikan sambutan pembukaan acara itu mengatakan koordinasi kelembagaan adalah kunci dalam memastikan rekomendasi tidak berhenti sebagai dokumen administratif, melainkan menjadi bagian dari proses perubahan kebijakan, perbaikan tata kelola, serta pemenuhan hak dan keadilan bagi warga negara.
“Hal ini menjadi tonggak sejarah yang penting, karena kita berupaya membangun pendekatan baru, yang tidak hanya menyampaikan rekomendasi secara formal, tetapi juga membangun dialog, komunikasi, dan kolaborasi antar-lembaga dalam kerangka penghormatan terhadap hak asasi manusia,” ujarnya.
Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Mereka Meragukan Gibran Bisa Selesaikan Konflik Papua