KEMENTERIAN Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) akan melaksanakan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah atau MPLS tahun ajaran baru 2025/2026 secara serentak di seluruh Indonesia mulai Senin, 14 Juli 2025.
Untuk tahun ajaran baru ini, Kemendikdasmen melaksanakan MPLS Ramah untuk memastikan masa orientasi murid baru berlangsung tanpa kekerasan, perpeloncoan, atau praktik tak mendidik lainnya. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti mengatakan pihaknya menambah durasi MPLS bagi murid baru tahun ajaran baru ini dari yang sebelumnya tiga hari menjadi lima hari.
Setiap daerah memiliki cara sendiri untuk melaksanakan kegiatan itu. Di Jawa Barat, misalnya, pelaksanaan MPLS tahun ajaran 2025/2026 bagi siswa sekolah menengah atas (SMA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan sekolah luar biasa (SLB) akan melibatkan TNI dan Polri.
Sekretaris Daerah Jawa Barat Herman Suryatman mengatakan personel TNI dan Polri akan memberikan motivasi, inspirasi, serta pendampingan kepada siswa.
“Harapannya, MPLS tidak hanya menjadi masa orientasi, tapi juga menjadi magic moment yang menumbuhkan tekad kuat untuk menjadi generasi Panca Waluya,” kata dia, dikutip dari siaran pers Humas Jabar, Kamis, 10 Juli 2025.
Herman menuturkan pelaksanaan orientasi murid baru ini direncanakan akan dilaksanakan terpadu dengan program pendidikan karakter Gapura Panca Waluya dengan melibatkan TNI dan Polri. Program pendidikan karakter tersebut menekankan pembentukan karakter siswa yang cageur, bageur, bener, pinter, dan singer (sehat, baik hati, saleh, cerdas, dan berinisiatif).
Dia mengatakan pelaksanaan MPLS dengan melibatkan unsur TNI dan Polri bertujuan membentuk kedisiplinan serta menanamkan nilai-nilai kebangsaan pada peserta didik. Pelibatan TNI dan Polri tersebut untuk menyampaikan materi bela negara dan wawasan kebangsaan.
“Waktunya memang hanya lima hari, tetapi jika efektif, akan membangkitkan semangat kebangsaan dan tekad siswa untuk menyongsong masa depan dengan karakter yang kuat,” kata Herman.
Herman mengatakan, pada pelaksanaan MPLS tersebut, setiap sekolah akan melibatkan 2-3 personel TNI atau Polri untuk membina siswa. “Kami sudah konsolidasi dengan jajaran TNI, dan Polri pun akan dilibatkan,” ujarnya.
Mengenai jam masuk siswa di seluruh provinsi itu, Herman mengatakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi sebelumnya telah menetapkan mulai pukul 06.30 WIB. Menurut Herman, seluruh SMA/SMK atau sederajat perlu mulai menerapkannya sejak MPLS seperti arahan gubernur.
Adapun untuk tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga SMP, Herman mengatakan akan terlebih dahulu berkoordinasi dengan sekda dan dinas pendidikan tingkat kabupaten/kota seluruh Jawa Barat. “Untuk yang jadi kewenangan provinsi SMA, SMK, jelas dan tak ada persoalan,” tuturnya.
Kemendikdasmen: MPLS Harus Merujuk pada Aturan
Menanggapi rencana Pemerintah Provinsi Jawa Barat itu, Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Atip Latipulhayat menekankan setiap pemerintah daerah wajib mengikuti acuan kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah pusat. “MPLS harus merujuk kepada aturan yang sudah ditetapkan,” ujar Atip saat dihubungi pada Jumat malam, 11 Juli 2025.
Atip juga menegaskan semua sekolah di seluruh daerah harus menyelenggarakan MPLS yang ramah anak, yakni tidak ada perpeloncoan; kekerasan baik itu kekerasan fisik, psikologis, maupun verbal.
“Tidak boleh lagi aktivitas yang mengarah pada hal-hal yang tidak edukatif. Tidak boleh juga memakai pakaian yang kurang patut, memakai topi yang terkesan melecehkan anak dan sebagainya,” ucapnya.
Dia menyampaikan masa orientasi murid baru seharusnya menyenangkan, diisi dengan kegiatan yang bermutu dan edukatif. MPLS juga menjadi ajang bagi siswa baru mengenal sekolah, lingkungan sekolah, guru dan teman-teman baru. “Karena itu, MPLS sekarang membawa pesan MPLS ramah,” kata Atip.
Pendidikan Militer ala Dedi Mulyadi
Sebelumnya, Dedi Mulyadi telah mengirim anak yang dianggap nakal ke barak militer. Pendidikan di barak yang bekerja sama dengan TNI Angkatan Darat yang dilaksanakan sejak Kamis, 1 Mei 2025, itu tertuang dalam Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor 43/PK.03.04/Kesra. Program ini menyasar peserta didik dengan perilaku khusus, seperti tawuran, merokok, mabuk, hingga penggunaan knalpot brong.
Dedi mengatakan program yang diberi nama Pendidikan Karakter, Disiplin, dan Bela Negara Kekhususan itu dilaksanakan di dua tempat, yaitu Lapangan Kujang Rindam III/Siliwangi, Bandung, dan Markas Resimen Armed 1/Sthira Yudha/1 Kostrad Kabupaten Purwakarta.
“Program ini memberikan dampak positif terhadap peningkatan kedisiplinan pelajar,” kata Dedi saat meninjau pelaksanaan program tersebut di Purwakarta pada Sabtu, 3 Mei 2025, seperti dikutip dari Antara.
Kebijakan Dedi itu mendapat kritik dan sorotan dari berbagai kalangan. Sejumlah pihak bahkan meminta Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti hingga Presiden Prabowo Subianto menghentikan program pengiriman anak nakal ke barak militer tersebut.
Adapun anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat M. Hasbullah Rahmad mengungkapkan pemerintah sedang mengkaji kurikulum muatan lokal pendidikan karakter. Sehingga, di masa datang, tidak perlu mengirim anak ke barak militer.
Menurut Hasbullah, pendidikan karakter tidak bisa selamanya mengirim anak ke barak militer, sehingga Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Barat membuat kajian muatan lokal seperti satuan mata pelajaran yang khusus menyiapkan pendidikan karakter dan perilaku.
“Bisa jadi pelatih baris-berbaris dari TNI, penyuluhan konsekuensi hukum dari kepolisian, sekolah mengundang psikolog atau membuat ekskul (ekstra kurikuler) yang berkaitan dengan pembentukan karakter,” tuturnya pada Sabtu, 28 Juni 2025.
Alasannya, kata dia, sekolah di Jawa Barat tidak seperti SMA Taruna Nusantara dan selamanya bisa menitipkan siswa ke barak militer. “Mungkin ke depan akan disuntikkan melalui kurikulum muatan lokal, seperti samapta di seluruh sekolah agar masyarakat kita, anak-anak didik kita berperilaku baik,” kata Ketua Fraksi PAN DPRD Jawa Barat ini.
Dia mengatakan kurikulum pendidikan karakter ini nantinya lebih kepada konsep Gapura Panca Waluya. Meski setiap sekolah bisa mengundang TNI untuk melatih baris berbaris, pemerintah tetap harus membuat dasar hukumnya, baik dalam bentuk peraturan gubernur (pergub) maupun lainnya. Setelah itu membuat silabus kurikulum lokalnya.
Ahmad Fikri, Anwar Siswadi, Dinda Shabrina, Ricky Juliansyah, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Mereka Meragukan Gibran Bisa Selesaikan Konflik Papua