TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi atau MK yang memberikan jeda waktu 2-2,5 tahun antara pemilu nasional dengan pemilu lokal berpotensi menimbulkan masalah. Potensi itu terjadi dalam masa transisi pemilihan DPRD.
Mantan ketua MK ini menjelaskan, belum ada peraturan yang mengatur pengganti anggota DPRD yang habis masa jabatannya. Berbeda dengan pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota. Dalam UU, bila masa jabatan mereka habis, masih bisa diganti seorang penjabat sampai dilakukan pilkada.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Problemnya, kalau menunda pemilihan gubernur, bupati, wali kota 2,5 tahun, ya bisa diatasi dengan mengangkat penjabat. Tapi kalau DPRD kan enggak bisa pakai penjabat," kata dia saat ditemui di Jakarta, Ahad, 6 Juli 2025.
Menurut Mahfud, kerumitan itu yang membuat sejumlah partai ramai-ramai mengkritik putusan MK. Mereka menilai, putusan itu melanggar konstitusi dan menimbulkan masalah.
Mahfud pribadi menganggap putusan MK sebuah masalah dan kerumitan tata hukum. Namun, dalam putusan MK juga dicantumkan solusi mengatasinya. Putusan MK meminta kerumitan itu harus diatur dengan undang-undang. Artinya, perlu dibuat undang-undang baru.
"Kerumitan itu harus diatur, istilah resminya, masa transisi yang rumit itu harus diatur dengan undang-undang. Artinya dituntut ada pembuatan undang-undang baru, " kata dia.
Dalam hal ini, pembuat Undang-Undang harus mengatur masa transisi bagi DPRD. Pun membuat Undang-Undang bagi pemilihan kepala daerah.
Selain itu, Mahfud mengatakan, putusan MK ini berpeluang membuat DPR mengatur pilkada tidak langsung atau dipilih oleh DPRD. Sebab, MK mengizinkan DPR untuk memilih mengadakan pilkada langsung atau tidak langsung.
"Kalau pilpres harus pilkada langsung. Kalau pilkada boleh langsung dan boleh tidak langsung. Dan DPR memilih pemilihan langsung pada waktu itu, " kata dia.
Mahfud mengatakan, ada peluang DPR saat membuat Undang-Undang baru mengubah pilkada langsung menjadi tidak langsung. Namun, dia mengatakan, semua itu tergantung permainan politik dalam DPR. "Kalau tiba-tiba, lalu dibuat undang-undang sekarang, enggak ada pilkada langsung. Pemilihan bisa kembali ke DPRD, " kata dia.
MK mengabulkan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Dalam Putusan MK No. 135/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada Kamis, 26 Juni 2025, Mahkamah memutuskan penyelenggaraan pemilu di tingkat nasional harus dilakukan terpisah dengan penyelenggaraan pemilu tingkat daerah atau kota (pemilu lokal). MK memutuskan pemilu lokal diselenggarakan paling singkat 2 tahun atau paling lama 2,5 tahun setelah pemilu nasional.
Dengan putusan itu, pemilu serentak yang selama ini dikenal sebagai “Pemilu 5 kotak” tidak lagi berlaku untuk Pemilu 2029. “Penentuan keserentakan tersebut untuk mewujudkan pemilu berkualitas serta memperhitungkan kemudahan dan kesederhanaan bagi pemilih dalam melaksanakan hak memilih sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan.