TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Delpedro Marhaen meminta pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyampaikan kepada publik draf daftar inventarisasi masalah (DIM) rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana atau RUU KUHAP. Delpedro meminta draf itu disampaikan paling lambat dua hari ke depan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Wajib disampaikan dua hari ke depan, " ujar Delpedro dalam keterangan resmi, Kamis, 10 Juli 2025.
DPR sudah menerima DIM RUU KUHAP dari pemerintah pada 26 Juni 2025. Namun, DPR tidak kunjung menyampaikan DIM RUU KUHAP itu kepada publik.
Delpedro berkata pemerintah dan DPR tidak punya hak menyembunyikan draf DIM RUU KUHAP. Draf itu bukan dokumen internal milik pemerintah dan DPR. Draf DIM itu merupakan bagian dari proses legislasi yang harus tunduk pada prinsip keterbukaan.
"Prinsip itu diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, " kata dia.
Menurut Delpedro, draf DIM penting diketahui publik karena isinya berkaitan dengan hak-hak dasar warga negara. Hak itu mulai dari penangkapan, penahanan, penggeledahan, hingga peradilan.
"Bila draf tertutup, potensi pelembagaan praktik sewenang-wenang dalam sistem peradilan pidana menjadi sangat besar, " kata dia.
Delpedro mengatakan, draf DIM RUU KUHAP yang tidak disampaikan kepada publik akan membuat proses legislasi cacat formil. Tidak adanya keterbukaan itu juga bisa menjadi bukti utama dalam pengujian formil di Mahkamah Konstitusi.
Selain itu, Delpedro mengatakan pemerintah dan DPR akan mengabaikan prinsip transparansi dan partisipasi publik dalam proses legislasi. Bagi Delpedro, sikap itu menutup ruang ruang demokrasi.
Tempo sudah menghubungi Ketua Komisi bidang Hukum DPR Habiburokhman melalui Whatsapp. Namun, dia belum membalas pesan.
Dua hari sebelumnya, Habiburokhman mengklaim, pembahasan RUU KUHAP tidak akan menyebabkan perluasan kewenangan bagi aparat penegak hukum.
Pembahasan RUU KUHAP akan berfokus pada implementasi keadilan restoratif, penguatan hak-hak warga negara yang berhadapan dengan hukum, serta penguatan peran advokat yang mendampingi warga.
"Jadi, tidak ada mengurangi, menggeser, memperbesar, dan mengalihkan kewenangan aparat penegak hukum," kata Habiburohkman dalam rapat kerja bersama pemerintah pada Selasa, 8 Juli 2025.