TEMPO.CO, Jakarta – Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Nurul Arifin menyinggung soal penipuan kerja warga negara Indonesia di Kamboja. Legislator bidang luar negeri ini heran fenomena ini terjadi di kalangan anak muda yang berpendidikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nurul menyampaikan ini kepada Menteri Luar Negeri Sugiono dalam rapat kerja di gedung Nusantara II, DPR, Jakarta, pada Senin, 30 Juni 2025. Komisi I dan Kementerian Luar Negeri membahas geopolitik dan perlindungan WNI di luar negeri.
“Mereka kok bisa tertipu dan terjeblos jadi scammer, admin judi online?,” kata Nurul. “Kok kita careless hingga membuat warga negeri sendiri masuk perangkap Kamboja, perbatasan Myanmar dan lain sebagainya”
Kepada Sugiono, Nurul mempertanyakan apa langkah kementerian luar negeri untuk mereduksi peristiwa seperti itu. Politikus Partai Golkar ini juga mempertanyakan kontribusi Kementerian Luar Negeri dalam konteks edukasi kepada anak muda mengenai potensi penipuan kerja di luar negeri.
Sebelumnya, Subdirektorat III Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak, Pemberantasan Perdagangan Orang (PPA/PPO) Bareskrim Polri bersama Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Soekarno-Hatta menggagalkan keberangkatan 98 WNI yang diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Pencegahan ini dilakukan selama periode 1–25 Juni 2025.
Puluhan WNI ini berangkat ke luar negeri sebagai pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal. “Tujuannya ke negara Timur Tengah seperti Yaman, Saudi Arabia hingga Kamboja dan Malaysia. Semuanya non prosedural," ujar Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Bandara Soekarno-Hatta Johanes Fanny Satria Cahya Aprianto, Rabu 25 Juni 2025.
Menurut Fanny, puluhan PMI nonprosedural ini akan berangkat ke luar negeri tanpa prosedur resmi yang ditetapkan pemerintah. "Modus yang digunakan adalah seolah-olah mereka berangkat secara mandiri atau difasilitasi oleh kerabat dan kenalan yang sudah lebih dahulu berada di luar negeri,” kata Fanny.
Pada 2024, tercatat lebih dari 131.000 WNI berada di Kamboja. Sepertiganya diperkirakan tinggal di Sihanoukville. Pada tahun yang sama, KBRI Phnom Phen menangani lebih dari 3.310 kasus konsuler, dengan sekitar 22 persen kasus berasal dari Provinsi Preah Sihanouk.
Tahun ini, KBRI mencatat lonjakan signifikan dalam penanganan kasus WNI Bermasalah. Pada periode Januari - Mei 2025, terdapat total 2.234 kasus—lebih dari dua kali lipat dari 947 kasus yang tercatat selama periode yang sama pada tahun 2024. Sebagian besar kasus ini terkait dengan WNI yang mengaku terlibat dalam aktivitas penipuan daring.
Menanggapi tren yang berkembang ini, KBRI berkomitmen untuk meningkatkan kerja sama dengan semua pemangku kepentingan terkait, termasuk pemerintah provinsi dan lembaga penegak hukum. Pada saat yang sama, KBRI terus memanfaatkan media sosial untuk meningkatkan kesadaran dan mengedukasi masyarakat Indonesia tentang risiko yang terkait dengan penipuan tawaran pekerjaan di Kamboja.
Terpisah, Amnesty International menemukan warga negara Indonesia di antara ratusan korban perbudakan, tindak pidana perdagangan orang (TPPO), dan penganiayaan di Kamboja. Dalam laporan terbaru berjudul “I Was Someone Else’s Property”, organisasi itu mewawancara seorang WNI dan 57 warga negara lain yang diduga mengalami pelanggaran hak asasi manusia di kompleks penipuan daring atau scamming compounds.
Amnesty International melakukan wawancara langsung dan jarak jauh dengan 58 penyintas dari kompleks-kompleks penipuan di Kamboja. Para penyintas berasal dari tujuh negara: 24 warga negara Thailand, 20 dari Cina, enam dari Malaysia, tiga dari Bangladesh, dua dari Vietnam, satu dari Indonesia, satu dari Taiwan, dan satu dari Ethiopia.
Para penyintas melaporkan bahwa mereka ditahan di 31 kompleks penipuan yang berbeda, tersebar di 16 kota di Kamboja. Sebanyak 18 penyintas melaporkan bahwa mereka ditahan di lebih dari satu kompleks.