TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI)Trubus Rahardiansyah menilai keputusan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengganti nama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Al Ihsan menjadi RSUD Welas Asih berpotensi memicu kecemburuan sosial antar agama.
Menurut dia, kekecewaan umat Islam sebagai yayasan yang mengawali berdirinya RSUD Al Ihsan ini tidak bisa lepas dari polemik penggantian nama ini. "Efek dominonya kan nanti, terus yang Kristen, yang Katolik, yang itu bagaimana kan gitu," ucap Trubus melalui sambungan telepon pada Senin, 7 Juli 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia berpendapat semestinya Dedi Mulyadi membuat aturan yang lebih jelas tentang penggantian nama suatu obyek untuk melandasi rencananya memperkuat kearifan lokal, bukan sekonyong-konyong mengganti nama rumah sakit.
"Jadi buat dulu aturan regulasinya, sehingga nanti tidak terkesan ini diskriminatif, tebang pilih. Jadi kalau memang mau diganti, diganti semua, mungkin yang berbau-bau agama atau apa," kata Trubus.
Selain itu, ia juga menilai penggantian nama ini tidak memiliki urgensi apa pun terhadap pelayanan. Ia membandingkan kebijakan Dedi ini dengan yang pernah dilakukan Anies Baswedan kala menjadi Gubernur Jakarta. Saat itu Anies mengganti penyebutan Rumah sakit menjadi Rumah Sehat.
"Yang penting malah menurut saya, kenapa gubernur tidak mendorong saja layanan publiknya jadi transparan dan efisien," kata dia. "Daripada sekadar nama, karena pengalaman di Jakarta kan dulu mengganti rumah sakit menjadi rumah sehat, itu juga enggak ada manfaat apa-apa."
Trubus juga menyangsikan klaim Dedi Mulyadi yang menyatakan penggantian nama ini tidak membutuhkan anggaran. Menurut Trubus, penggantian nama suatu instansi membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Ia memaparkan, ada biaya mengganti nama di administrasi pusat, kemudian dokumen-dokumen seperti kertas tagihan, dan kartu-kartu yang sudah terlanjur dicetak akan terbuang percuma.
"Kalau menyangkut nama ini membutuhkan anggaran besar untuk mengganti itu. Jadi enggak sesederhana mengganti saja," kata dia. Dibanding biaya yang harus dikeluarkan, Trubus menilai manfaat yang didapatkan tidak signifikan.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengumumkan perubahan nama RSUD Al Ihsan yang berlokasi di Kabupaten Bandung menjadi RSUD Welas Asih pada Kamis, 3 Juli 2025. Ia menjelaskan bahwa pergantian nama ini bertujuan untuk memperbarui identitas rumah sakit.
Menurut Dedi, nama Welas Asih dipilih karena lebih mencerminkan karakter masyarakat Jawa Barat, khususnya masyarakat Sunda, yang dikenal memiliki sifat penuh kasih sayang. Dengan penggunaan nama yang lebih dekat dengan kebiasaan bahasa masyarakat setempat, Dedi berharap identitas rumah sakit menjadi lebih mudah diingat sekaligus lebih akrab di telinga warga.
Namun, kebijakan tersebut menuai penolakan dari masyarakat. Salah satunya dari Front Persaudaraan Islam atau FPI. Mereka menilai keputusan tersebut sebagai bentuk islamofobia.
"Kami tidak katakan welas asih itu jelek, tapi ada urusan apa Al Ihsan diganti dengan Welas Asih. Padahal Ihsan itu sudah menjadi bahasa Indonesia," kata pemimpin FPI Rizieq Syihab saat mengisi sebuah kajian di Megamendung, Bogor, Ahad, 6 Juli 2025.
Kuasa Hukum FPI Aziz Yanuar menambahkan, apabila benar alasan Dedi Mulyadi mengganti nama Al Ihsan jadi Welas Asih adalah bentuk kearifan lokal, maka Dedi juga harus mengganti setiap nama yang mengandung unsur selain Sunda.
Dia mencontohkan nama jalan Pasteur, RSUP Immanuel Pasirkaliki, atau bahkan penyebutan gubernur yang juga diambil dari bahasa Inggris. "Kalau seperti itu, berarti hal itu justru yang merusak tatanan kearifan lokal," ujar dia kepada Tempo, Ahad, 6 Juli 2025.