TEMPO.CO, Jakarta - Seniman Butet Kartaredjasa mengatakan pemilihan tanggal 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan Nasional seperti menjilat kekuasaan. Kritik ini dilontarkan Butet kepada Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang telah menetapkan 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan.
Menurut Butet, keputusan tersebut hanya menimbulkan banyak spekulasi-spekulasi buruk di masyarakat. "Sama sekali itu tidak ada urgensinya, kecuali menjadi objek untuk sarana menjilat. Itu saja," kata dia melalui sambungan telepon pada Senin, 14 Juli 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kalau pun hari kebudayaan penting untuk ada, Butet menjelaskan, maka semestinya penetapan harus ditempuh dengan proses yang layak. Pemerintah harus melakukan kajian mendalam, melibatkan para seniman dan budayawan dari berbagai daerah, serta memilih hari yang memiliki sejarah penting dalam kebudayan Indonesia. "Misalnya, hari kongres kebudayaan pertama sebelum Indonesia merdeka," kata dia.
Produser teater musikal 'Opera Jalak Baliitu' itu menuturkan memang semua orang berhak mengusulkan tanggal dan bulan mana pun untuk dijadikan hari peringatan. Namun, mengambil satu keputusan berdasarkan usulan kelompok kecil tanpa mempertimbangkan kelompok lain, sangat menunjukkan ada kepentingan tertentu.
"Semua orang boleh mengusulkan, tapi kalau cuma ada satu kelompok kecil mengusulkan lalu disetujui, itu kelihatan sekali kalau pilihan hari itu untuk menjilat," kata dia. "Apalagi disamain dengan (kelahiran) Prabowo, apa hubungannya?"
Penetapan hari kebudayaan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Kebudayaan Nomor 162/M/2025 tentang Hari Kebudayaan. Keputusan ini mendapat sorotan lantaran hari itu bertepatan dengan hari lahir Presiden Prabowo Subianto yang lahir pada 17 Oktober 1951.
Hingga saat ini, Kementerian Kebudayaan belum memberikan penjelasan alasan pemerintah memilih tanggal tersebut. Namun, pada 26 Mei 2025 lalu, budayawan dan seniman Yogyakarta yang tergabung dalam Tim Sembilan Garuda Plus mengusulkan agar pemerintah menetapkan 17 Oktober sebagai hari kebudayaan.
Usul itu disampaikan mereka dalam rapat dengar pendapat bersama anggota Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Yogyakarta, Ahmad Syauqi Soeratno di lantai 3 Gedung DPD Yogyakarta.
Melansir laman media sosial resmi DPD Yogyakarta, para budayawan itu mengusulkan penetapan hari kebudayaan nasional dengan alasan pentingnya mengelola dan menginternalisasi keragaman budaya Indonesia untuk kemajuan bangsa.
"Usulan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran berbangsa serta memperkuat diplomasi kebudayaan Indonesia di tingkat global," demikian pernyataan dalam unggahan Instagram @dpdjogja, 28 Mei 2025.
Tempo telah mengirimkan pesan melalui nomor seluler pribadi Menteri Kebudayaan Fadli Zon dan bertanya alasan menjadikan 17 Oktober sebagai hari kebudayaan. Namun, hingga berita ini ditulis pada Senin siang, 14 Juli 2025, politikus partai Gerindra itu belum memberikan jawaban.