Liputan6.com, Jakarta - Saya sedang di Shenzhen, China, untuk menjadi pembicara pada The 2025 International Symposium for One Health Research and Practice, yang diselenggarakan oleh Griffith University (di mana saya menjadi Adjunct Professor) bersama Southern University of Science and Technology dan Shenzhen Third People's Hospital, dll.
Dalam rangka menyongsong Kongres Internasional Kusta di Bali (22nd International Leprosy Congress – ILC) awal Juli ini, maka saya tertarik untuk mengamati kusta di China.
Saya menemukan artikel ilmiah oleh ilmuwan China yang dipublikasikan Januari 2025 ini, dengan judul yang cukup fantastis, "Leprosy: A Disease That Has Never Gone Away".
Akan punah tidaknya penyakit kusta (yang dalam bahasa Inggris disebut leprosy dan di kita kadang-kadang disebut sebagai lepra) merupakan tantangan besar para pakar kusta, dan baik kalau dibahas tuntas pada Kongres Kusta Internasional di Bali ini.
Apalagi, Indonesia adalah satu dari tiga penyumbang kasus kusta terbesar di dunia, sedangkan China tidaklah masuk tiga besar karena kasusnya sedikit, padahal penduduknya lebih dari 1 miliar.
Tulisan ilmiah di atas menyebut empat kegiatan penanggulangan kusta di China, yaitu: surveilans yang efektif, upaya pencegahan profilaktis yang tepat dan presisi, diagnosis awal yang tepat, serta manajemen kasus dan berbagai masalahnya dengan baik.
Akan baik kalau kita di Indonesia juga mempertimbangkan pendekatan dengan empat poin di atas, agar kusta dapat dieliminasi dari negara kita tercinta, apalagi dengan menggunakan momentum Bali yang menjadi tuan rumah Kongres Kusta Internasional di Nusa Dua.
Prof. Tjandra Yoga Aditama
Dari Shenzhen, Tiongkok
Direktur Pascasarjana Universitas YARSI / Adjunct Professor Griffith University
Mantan Dirjen Pengendalian Penyakit serta
Mantan Kabalitbangkes Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara