TEMPO.CO, Jakarta --– Ketua Komisi Pemilihan Umum Mochammad Afifudin merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 soal pemisahan pemilu nasional dan lokal. Dia mengatakan model pelaksanaan pemilu serentak membuat penyelenggara harus bekerja ekstra keras.“Memang penumpukan tahapan (Pemilu) yang bersamaan secara teknis, lumayan membuat KPU harus bekerja ekstra,” ujar Afifudin melalui pesan pendek kepada Tempo pada Jumat, 27 Juni 2025.
Dia tidak merespons lebih lanjut saat ditanya mengenai evaluasi KPU soal penyelenggaraan Pemilu tahun lalu. Meski begitu, Afifudin mengatakan, KPU tentunya menghormati putusan MK. KPU juga akan mempelajari secara rinci putusan Mahkamah Konstitusi putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dalam sidang pada Kamis, 26 Juni 2025. Perludem mengajukan pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ke MK. Perludem meminta MK memutus Pasal 167 ayat (3) UU Pemilu sepanjang frasa “pemungutan suara dilaksanakan secara serentak”, karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum.
Dalam amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 MK memutuskan pemilu lokal dipisahkan dari pemilu nasional. Mahkamah juga memutuskan pemilu lokal diselenggarakan paling singkat 2 tahun atau paling lama 2,5 tahun setelah pemilu nasional.
Menurut Mahkamah, pemilu nasional mencakup pemilihan anggota DPR, DPD, dan presiden dan wakil presiden. Adapun pemilu lokal terdiri atas pemilu anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta pemilihan kepala dan wakil kepala daerah atau pilkada. Dengan putusan itu, pemilu serentak yang selama ini dikenal sebagai “Pemilu 5 kotak” tidak lagi berlaku untuk Pemilu 2029.
Jika putar balik ke 2024, tahun itu adalah pertama kali Pemilu dan Pilkada digelar secara serentak. Sebab sebelumnya, pemilu dan pilkada belum pernah dilaksanakan di tahun yang sama. Situs resmi Komisi Pemilihan Umum menyebut alasan Pemilu dan Pilkada digelar secara serentak sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang merupakan tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 14 Tahun 2013.
Senyampang putusan pemisahan pemilu nasional dan lokal yang baru, MK menyerahkan pembentuk undang-undang memutuskan perihal pengaturan masa transisi/peralihan masa jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah hasil pemilihan pada 27 November 2024. Mahkamah juga meminta pemerintah dan DPR mengatur masa jabatan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota hasil pemilihan pada tanggal 14 Februari 2024.
Penentuan dan perumusan dimaksud diatur oleh pembentuk undang-undang dengan melakukan rekayasa konstitusional (constitutional engineering) berkenaan dengan masa jabatan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota. Pakar dan pegiat kepemiluan mendorong Pemerintah dan DPR untuk segera membahas Undang-Undang Pemilu dan Pilkada secara bersamaan.