INFO NASIONAL – Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Wihaji, mengatakan bahwa remaja Indonesia kini memiliki ketergantungan berlebih pada handphone atau gawai. Menurutnya, penggunaan gawai yang terlalu masif di usia remaja dapat menjadikan generasi muda semakin rentan terhadap ancaman siber.
“Teknologi diciptakan untuk membantu, jangan sampai kita yang dikuasai teknologi, kita yang harus menguasai teknologi. Kalau nggak hati-hati, handphone bisa menjadi masalah baru,” ujarnya saat berdialog dengan para remaja yang tergabung dalam Generasi Berencana (GenRe), Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R), Saka Kencana, dan organisasi remaja lainnya, di Kabupaten Tangerang, pada Selasa, 8 Juni 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ada banyak masalah yang dapat terjadi akibat penggunaan handphone yang berlebihan. Salah satunya terkait kasus pornografi anak di ruang anak. Mengacu dari survei National Center on Missing and Exploited Children (NCMEC), Indonesia saat ini menempati peringkat keempat secara global dan peringkat kedua di kawasan ASEAN dalam jumlah kasus pornografi anak di ruang digital.
Menyikapi hal itu, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) RI menciptakan regulasi untuk melindungi anak di ruang digital tanpa menghilangkan hak berekspresi dan mengakses informasi sesuai usia. Maka, lahirlah Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas).
Regulasi ini mengatur platform digital untuk menyediakan fitur yang sesuai dengan usia dan tingkat risiko anak, serta mewajibkan anak-anak dan remaja untuk menyaring konten di ruang digital yang berpotensi membahayakan. Walau begitu, Wihaji optimis masyarakat Indonesia khususnya remaja memiliki prestasi yang luar biasa.
“Etos kerja masyarakat Indonesia itu bagus. Oleh karena itu, saya optimis, saya yakin karena ini yang kita punya. Saya ketemu teman-teman hari ini untuk memastikan setuju tidak setuju kalian lah yang akan meneruskan, kami yang ada di depan,” ujarnya.
Bila melihat angka dari 72 juta keluarga di Indonesia yang telah terdata oleh Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN dalam Pendataan keluarga, ada 36.601.145 yang memiliki anak remaja berumur 10-24 tahun.
Menurut Wihaji, data tersebut penting karena remaja saat ini merupakan generasi yang akan menjadi Generasi Emas 2045. Seperti emas, kata dia, remaja Indonesia sedang ditempa agar bernilai tinggi.
“Mencari emas, susah. Cara mendapatkan emas tidak gampang, tapi kalo sudah jadi emas, ditempel di mana-mana laku. Remaja-remaja hari ini adalah bagian yang akan kita didik jadi emas. Teman-teman adalah bagian dari emas, makanya ditempa. Ada yang masuk ke GenRe, PIK-R, di dunia organisasi, profesi, ini baru terpaan kecil,” ujarnya.
Bonus Demografi Punya Tantangan
Meski bisa jadi peluang yang besar, Wihaji mengingatkan bahwa bonus demografi bukan semata-mata keuntungan otomatis yang bisa diraih tanpa usaha. Apabila tidak dikelola dengan baik, hal ini justru bisa menjadi boomerang dalam bentuk pengangguran, ketimpangan, dan kemiskinan usia lanjut.
Data menunjukkan, hanya 54 persen perempuan yang bekerja di sektor formal. Selain itu, 19,8 persen anak Indonesia masih mengalami stunting akibat kekurangan gizi kronis. Tak hanya itu, tantangan juga datang dari aspek kualitas sumber daya manusia. Rata-rata angka lama sekolah di Indonesia masih setara jenjang SMP. Tanpa perubahan signifikan, hal ini berpotensi menimbulkan tsunami lansia miskin di masa depan.
Untuk mencegah hal itu terjadi di masa depan, maka indeks pembangunan manusia (IPM) harus benar-benar diperhatikan di tiap daerah yang ada di Indonesia. “Ukuran IPM itu ada tiga, yakni angka lama sekolah, angka harapan hidup, dan angka pendapatan per kapita,” kata Wihaji.
Pentingnya Peran Ayah dalam Keluarga
Keluarga adalah sekolah pertama bagi anak. Dalam proses pengasuhan itu, peran ayah seringkali terlupakan. Padahal, riset menunjukkan anak yang tumbuh tanpa keterlibatan ayah rentan mengalami hambatan perkembangan emosi, sosial, dan kognitif. “Rata-rata anak sekarang lebih asyik ngobrol dengan ibu. Hal ini membuat 20,9 persen anak tumbuh tanpa peran ayah yang aktif,” ujar Wihaji.
Ia juga menekankan bahwa keterlibatan ayah dalam keluarga bukan sekadar peran tambahan, melainkan bagian penting dalam menciptakan generasi emas yang sehat secara mental dan sosial. Untuk mengatasi masalah ini, Kemendukbangga/BKKBN meluncurkan program Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI) untuk meningkatkan peran ayah dalam pengasuhan anak dan pendampingan remaja.
Tiga Isu Penting Generasi Berencana
Sebagai bagian dari program pembangunan keluarga menuju Indonesia Emas 2045, Kemendukbangga/BKKBN menekankan pentingnya peran remaja dalam menentukan arah masa depan bangsa. Wihaji pun menyampaikan isu krusial yang harus dipahami dan dihindari sejak dini.
1. Pernikahan Dini
Para remaja didorong untuk tidak terburu-buru menikah sebelum usia matang. Pernikahan di usia yang terlalu muda dapat berisiko tinggi terhadap kesehatan ibu dan anak serta potensi terjadinya stunting. Usia ideal pernikahan yang direkomendasikan Kemendukbangga/BKKBN adalah 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki.
2. Seks Bebas
Perilaku seks bebas membawa konsekuensi serius, mulai dari kehamilan yang tidak diinginkan, risiko infeksi menular seksual (IMS), hingga dampak sosial yang sulit diperbaiki. Oleh karena itu, edukasi tentang kesehatan reproduksi remaja (KRR) kini menjadi salah satu program prioritas.
3. Penyalahgunaan Narkoba
Napza bukan hanya merusak fisik dan mental, tetapi juga masa depan. Oleh karena itu, para remaja diharapkan dapat menjauh dari penyalahgunaan zat adiktif dan menumbuhkan pola hidup sehat dan produktif.
Wihaji menyampaikan bahwa ketiga isu ini harus menjadi perhatian utama generasi muda agar mereka bisa tumbuh sebagai generasi tangguh. “Tiga hal itu saya minta ke teman-teman GenRe supaya bisa mengampanyekan ke teman-teman yang lain. Sebab, merekalah generasi masa depan yang akan membangun bangsa,” katanya.
Wihaji juga mengingatkan para remaja sebagai pemegang estafet masa depan Indonesia 2045 untuk terus yakin dan optimis dalam merencanakan dan menata kehidupan ke depan. “Kalian bukan cuma masa depan, tetapi kekuatan masa kini. Jangan hanya ngomong, tapi jadi contoh. Karena masa depan Indonesia ada di tangan kalian.” (*)