Liputan6.com, Jakarta Ketika seorang atlet atau individu yang tampak sehat tiba-tiba kolaps dan dinyatakan meninggal akibat henti jantung, banyak orang merasa heran. Bagaimana bisa seseorang yang aktif secara fisik, rajin olahraga, dan memiliki gaya hidup sehat justru terkena kondisi yang terkesan mendadak dan fatal?
Fenomena ini dikenal sebagai Sudden Cardiac Arrest (SCA) atau henti jantung mendadak. Menurut data dari American Heart Association (AHA), sekitar 356.000 kasus henti jantung terjadi di luar rumah sakit setiap tahun di Amerika Serikat, dan sebagian menyerang orang-orang tanpa riwayat penyakit jantung yang jelas sebelumnya. Artikel ini akan menjelaskan secara medis mengapa henti jantung bisa terjadi pada orang sehat, terutama atlet, dan apa saja faktor-faktor tersembunyinya. Simak ulasannya.
1. Henti Jantung Bukan Serangan Jantung Biasa
Banyak orang mengira bahwa henti jantung sama dengan serangan jantung. Padahal, keduanya sangat berbeda. Serangan jantung (myocardial infarction) terjadi akibat sumbatan di pembuluh darah jantung, sedangkan henti jantung adalah gangguan listrik yang menyebabkan jantung berhenti mendadak.
Henti jantung menyebabkan jantung tidak bisa memompa darah secara efektif ke otak dan organ vital lainnya. Dalam waktu 4–6 menit tanpa aliran darah, kerusakan otak permanen bisa terjadi, dan dalam 10 menit, risiko kematian sangat tinggi jika tidak ada tindakan segera.
American College of Cardiology (ACC) menekankan bahwa pada orang sehat atau atlet, henti jantung sering kali terjadi tanpa gejala awal yang jelas, karena masalahnya berada pada sistem irama jantung, bukan sumbatan fisik seperti pada serangan jantung.
2. Penyebab Umum: Kelainan Jantung Tersembunyi
Salah satu penyebab utama henti jantung mendadak pada orang sehat adalah kelainan jantung bawaan atau genetik yang tidak terdeteksi sebelumnya. Banyak dari kelainan ini bersifat “diam” (silent), tidak menunjukkan gejala, dan baru diketahui setelah terjadi kejadian serius.
Contohnya adalah Hypertrophic Cardiomyopathy (HCM), kelainan di mana otot jantung menebal sehingga mengganggu aliran darah. HCM adalah penyebab utama kematian mendadak pada atlet muda. Selain itu, ada Brugada Syndrome dan Long QT Syndrome, yang mengganggu sistem kelistrikan jantung.
Menurut jurnal Circulation (2015), hingga 80% kasus henti jantung mendadak pada atlet usia <35 tahun disebabkan oleh kelainan struktural atau kelistrikan jantung yang tidak diketahui sebelumnya. Oleh karena itu, skrining jantung berkala sangat penting bahkan untuk orang yang terlihat bugar.
3. Olahraga Berat Bisa Menjadi Pemicu, Bukan Penyebab
Olahraga memang sehat, tapi pada individu dengan kelainan jantung tersembunyi, aktivitas fisik berat justru bisa menjadi pemicu fatal. Saat berolahraga intens, tubuh mengalami lonjakan adrenalin dan tekanan metabolik tinggi yang dapat memicu gangguan ritme jantung.
Menurut New England Journal of Medicine (2016), aktivitas berat meningkatkan kebutuhan oksigen jantung. Jika ada kelainan seperti HCM atau gangguan irama, beban ini bisa menyebabkan fibrilasi ventrikel—irama jantung kacau yang berujung henti jantung.
Namun perlu ditegaskan: olahraga bukan penyebab utama, tetapi hanya pemicu pada orang dengan kondisi jantung yang tidak normal. Bagi orang yang sehat sepenuhnya, olahraga tetap sangat bermanfaat dan aman jika dilakukan dengan benar.
4. Kenapa Orang Sehat Bisa Mengalami Henti Jantung?
Penampilan luar seseorang tidak selalu mencerminkan kondisi kesehatannya secara menyeluruh. Banyak orang yang tampak bugar, tidak merokok, dan rajin berolahraga ternyata membawa risiko genetik atau kelainan jantung struktural yang tidak disadari.
Kelainan seperti Arrhythmogenic Right Ventricular Cardiomyopathy (ARVC) atau sindrom kelistrikan jantung bisa berkembang tanpa gejala dan tidak terdeteksi lewat pemeriksaan fisik biasa. Pemeriksaan EKG standar pun kadang tidak cukup untuk mengidentifikasi kondisi ini.
Buku Harrison's Principles of Internal Medicine menjelaskan bahwa beberapa kelainan jantung hanya bisa ditemukan melalui pencitraan jantung lanjutan seperti echocardiogram, MRI jantung, atau uji genetik. Maka, terlihat sehat secara fisik bukan jaminan bebas risiko henti jantung.
5. Siapa Saja yang Termasuk Kelompok Berisiko?
Meski bisa menyerang siapa saja, ada kelompok-kelompok tertentu yang lebih berisiko mengalami henti jantung mendadak meski terlihat sehat. Di antaranya adalah:
- Atlet muda (terutama pria usia <35 tahun)
- Orang dengan riwayat keluarga kematian mendadak
- Pengidap gangguan ritme jantung turunan
- Orang dengan kelainan jantung struktural tanpa gejala
Menurut British Journal of Sports Medicine, skrining jantung idealnya dilakukan sejak usia remaja untuk atlet kompetitif, terutama jika ada gejala seperti pingsan saat olahraga, detak jantung tidak teratur, atau sesak napas tidak wajar.
Dengan mengetahui siapa saja yang berisiko, langkah pencegahan bisa dilakukan sejak dini untuk menghindari risiko fatal di kemudian hari.