Kenapa Anggota DPR Kritisi Putusan MK soal Pemilu Daerah dan Nasional Terpisah

1 month ago 11
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online

TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan terkait pemisahan waktu pelaksanaan pemilu nasional dan daerah. Dalam putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024, menyatakan bahwa pemilu lokal dapat diselenggarakan paling cepat dua tahun dan paling lambat dua setengah tahun setelah pemilu nasional. Anggota Komisi II DPR, Muhammad Khozin, menilai putusan ini bertentangan dengan putusan sebelumnya.

“Penentuan jeda ini bertujuan untuk menciptakan pemilu yang lebih berkualitas dan memudahkan pemilih dalam menggunakan hak suaranya sebagai bagian dari kedaulatan rakyat,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan, Kamis, 26 Juni 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Putusan ini merupakan respons atas gugatan uji materi dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Perludem meminta MK mencabut Pasal 167 ayat (3) yang mengatur pemilu dilakukan secara serentak, karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945.

Pertimbangan MK Soal Putusan Pemisahan Pemilu Daerah dan Nasional

Salah satu alasan Mahkamah Konstitusi memutuskan pemisahan jadwal pemilu nasional dan daerah adalah untuk meringankan beban kerja penyelenggara. Dalam pertimbangannya, MK menilai pelaksanaan pemilu serentak dalam satu tahun menyebabkan penumpukan tugas, sekaligus menyisakan masa jabatan yang tidak efisien bagi penyelenggara.

MK mencontohkan padatnya agenda politik pada 2024, saat pemilu legislatif dan presiden digelar berdekatan dengan pilkada. Akibatnya, tahapan pemilu hanya berlangsung sekitar dua tahun. Padahal, menurut Pasal 22E ayat (5) UUD 1945, penyelenggara pemilu semestinya bekerja dalam periode lima tahunan dan berkesinambungan dari pusat hingga daerah.

“Maka, masa jabatan penyelenggara pemilu menjadi tidak efisien dan tidak efektif karena hanya melaksanakan ‘tugas inti’-nya hanya sekitar dua tahun,” kata Hakim Konstitusi Arief Hidayat.

Tak hanya secara teknis, MK juga menyoroti dampak politik dari pemilu serentak. Arief menyebut, jadwal yang padat membuat partai politik kesulitan menyiapkan kader di semua tingkatan. “Akibatnya, partai mudah terjebak dalam pragmatisme ketimbang mempertahankan idealisme dan ideologi,” ujarnya.

Mahkamah Konstitusi menilai pelaksanaan pemilu nasional dan daerah dalam waktu berdekatan juga menyulitkan partai politik menyiapkan kader secara optimal. Tak hanya untuk calon legislatif di tiga tingkatan, beberapa partai juga harus mempersiapkan kandidat presiden dan wakil presiden secara bersamaan.

Menurut Hakim Konstitusi Arief Hidayat, kondisi ini membuat partai cenderung membuka ruang lebih besar bagi pengaruh pemilik modal serta mengedepankan popularitas dibanding kaderisasi. Akibatnya, proses pencalonan menjadi transaksional dan menjauh dari semangat demokrasi.

MK juga menyoroti kejenuhan pemilih akibat jadwal pemilu yang padat, yang dikhawatirkan berdampak pada kualitas pilihan mereka. Dengan waktu kampanye yang sempit, isu-isu pembangunan daerah kerap tenggelam di tengah dominasi narasi nasional.

Tanggapan Anggota DPR

Anggota Komisi II DPR, Muhammad Khozin, mengkritik putusan Mahkamah Konstitusi yang memisahkan jadwal pemilu nasional dan daerah. Ia menilai keputusan tersebut bertentangan dengan putusan MK sebelumnya.

Menurut Khozin, MK seharusnya konsisten dengan Putusan Nomor 55/PUU-XVII/2019 yang menyerahkan sepenuhnya kepada pembentuk undang-undang untuk menentukan model keserentakan pemilu dalam UU Pemilu. Putusan terbaru MK dinilainya justru membatasi ruang pembentuk undang-undang.

"MK lompat pagar atas kewenangan DPR, padahal UU Pemilu belum diubah sejak putusan 55/PUU-XVII/2019," kata Khozin dalam keterangan tertulis, Sabtu, 28 Juni 2025.

Ia merujuk pada pertimbangan hukum dalam putusan 55/PUU-XVII-2019, yang menegaskan bahwa Mahkamah tidak memiliki wewenang menentukan bentuk keserentakan pemilu. Urusan itu, kata dia, menjadi kewenangan legislatif sebagai pembentuk undang-undang.

Khozin juga mengingatkan bahwa pemisahan jadwal pemilu akan membawa implikasi konstitusional yang luas, termasuk terhadap lembaga penyelenggara pemilu dan berbagai aspek teknis lainnya.

"Implikasinya cukup komplikatif. Sayangnya, MK hanya melihat dari satu sudut pandang saja," ujar politikus Partai Kebangkitan Bangsa ini.

Andi Adam Faturahman dan Haura Hamidah berkontriusi dalam tulisan ini.
Read Entire Article