INFO NASIONAL — Kementerian Sosial Republik Indonesia terus mendorong transformasi dari penerima bantuan sosial menjadi pelaku usaha mandiri. Melalui pendekatan pemberdayaan dan kolaborasi dengan dunia usaha, ratusan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dari Program Keluarga Harapan (PKH) dan program Sembako kini aktif memproduksi barang kerajinan dari bahan alam dan daur ulang yang langsung dibeli oleh mitra perusahaan.
Direktur Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil dan Kewirausahaan Sosial Kemensos, I Ketut Supena, menyampaikan bahwa strategi pemberdayaan dilaksanakan melalui pendekatan 3A: Abilitas (penguatan keterampilan), Aset (modal produksi), dan Akses (pasar dan kemitraan).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kita mulai mengurangi pendekatan bantuan sosial. Sekarang kita fokus pada pemberdayaan. Spirit dari Pak Menteri, Saifullah Yusuf, adalah bantuan itu sementara, berdaya itu selamanya,” ujar Supena saat kunjungan kerja di Sekolah Rakyat Magelang, Kamis, 24 Juli 2025.
Beberapa contoh praktik pemberdayaan tersebut antara lain dilakukan di Lumajang, di mana sebanyak 200 KPM memproduksi tali dari pelepah pisang dan kertas daur ulang, yang dibeli oleh Hangesti Handycraft dan Yayasan Kumala.
Di Kulon Progo, 100 KPM dilatih membuat anyaman tali pandan dan kertas daur ulang. Produk mereka dihargai Rp5.000 per lembar untuk kertas dan Rp50.000–70.000 per set untuk kerajinan tangan.
Sementara itu, di Gunung Kidul, Banyumas, dan Wonosobo*, ratusan KPM diajarkan memproduksi keranjang sampah dari eceng gondok. Produk tersebut difasilitasi pemasarannya oleh PT Mitra Adi Perkasa melalui anak usaha PT Out of Asia.
Kemensos turut menyediakan alat produksi sebagai modal awal, sedangkan bahan baku dan pelatihan disediakan oleh mitra**. Program ini juga melibatkan **Pendamping PKH** melalui Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2).
Wahyuni Triwulan (44), KPM dari Gunung Kidul, kini memperoleh penghasilan tambahan Rp600 ribu per bulan dari membuat anyaman, dan memelihara kambing dari hasil bantuan pemberdayaan.
“Kita ingin mandiri, sudah ikut wisuda graduasi di UGM. Biar bansos diberikan ke yang lebih membutuhkan,” tuturnya.
Cerita serupa datang dari Desi (32), KPM asal Banyumas yang sebelumnya membuat gula merah. Kini, ia menambah penghasilan Rp300 ribu per bulan dari mengolah eceng gondok.
Supena menyebut, antusiasme masyarakat meluas. Program ini awalnya menyasar KPM PKH, namun warga sekitar pun ikut bergabung karena melihat dampak ekonominya.
Lebih dari sekadar pelatihan, pemberdayaan ini juga menjadi akses inklusif bagi perempuan dan penyandang disabilitas. Ke depan, Kemensos akan memperluas cakupan program ke lebih banyak kabupaten di Indonesia.
“Kami berharap lebih banyak KPM yang berubah perilaku, mandiri, dan tidak lagi bergantung pada bantuan sosial,” ujar Supena.(*)