TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) secara tegas melarang sekolah menyuruh murid baru mengenakan pakaian atau atribut aneh selama masa orientasi atau Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) tahun ajaran 2025/2026.
Larangan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 10 Tahun 2025. Larangan juga ditegaskan dalam webinar nasional bertajuk MPLS ramah, Selasa, 8 Juli 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Pusat Penguatan Karakter Kemendikdasmen Rusprita Putri Utami menegaskan MPLS Ramah bertujuan menciptakan lingkungan belajar yang aman dan menyenangkan sejak hari pertama sekolah. Karena itu, segala bentuk kegiatan yang bersifat tidak masuk akal, tidak mendidik, atau berpotensi merendahkan martabat murid, dilarang keras.
“Kami tidak membenarkan aktivitas yang tidak relevan dan justru membuat peserta didik tidak nyaman. Misalnya penggunaan tas aneh, pakaian warna-warni berbeda kanan kiri, atau simbolisasi lain yang tidak bersifat edukatif. Semua itu dilarang,” kata Rusprita.
Rusprita menjelaskan, kata ‘ramah’ dalam istilah MPLS Ramah bukanlah akronim, melainkan bentuk pendekatan yang berlandaskan sikap baik hati, bersahabat, dan membangun hubungan positif sejak hari pertama sekolah. “Ini bukan sekadar program tahunan, tapi momen penting membentuk budaya sekolah yang memuliakan murid,” ujarnya.
Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Menengah Gogot Suharwoto dalam kesempatan yang sama mengatakan MPLS adalah gerbang awal pembentukan karakter peserta didik. Kegiatan orientasi sekolah tidak boleh menjadi ajang perpeloncoan atau ritual tak masuk akal yang menjauh dari nilai kemanusiaan dan pendidikan.
“MPLS bukan sekadar orientasi, melainkan upaya membangun lingkungan belajar yang menjunjung tinggi nilai karakter, kesetaraan, dan kebahagiaan,” tutur Gogot.
Selain menolak atribut aneh, Kemendikdasmen juga mendorong pelaksanaan program Pagi Ceria, yang melibatkan kegiatan seperti senam bersama, menyanyikan lagu Indonesia Raya, dan doa bersama sebelum memulai pelajaran. Program ini, bersama gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat, disebut penting dalam menanamkan nilai disiplin, semangat belajar, dan rasa kebangsaan.
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus Tatang Muttaqin turut menyampaikan pendekatan MPLS harus bersifat inklusif dan tidak membeda-bedakan latar belakang murid. “Sekolah harus menjadi ruang tumbuh yang bebas dari tekanan dan kekerasan,” ujarnya.
Kemendikdasmen mengajak orang tua dan masyarakat turut berperan aktif dalam mendampingi anak selama masa MPLS berlangsung. “Mengantar anak ke sekolah di hari pertama bukan hanya soal logistik, tapi juga dukungan emosional,” kata Rusprita.