TEMPO.CO, Jakarta - Perhimpunan Pendidikan dan Guru atau P2G menilai kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang memperbolehkan satu kelas diisi 50 orang membahayakan. Kelompok Guru ini menyebut penumpukan siswa lebih dari 36 dalam satu kelas akan menghambat proses pembelajaran.
Tim Advokasi Guru P2G Iman Zanatul Haeri menjelaskan situasi pembelajaran yang tidak layak semacam itu dapat mengganggu siswa maupun guru untuk fokus. Kendati Dedi Mulyadi beralasan program ini hanya untuk satu semester, menurut Iman 6 bulan bukan waktu yang singkat untuk dibuang cuma-cuma.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Satu semester itu bukan waktu yang singkat, akan terjadi learning loss. Bukan karena pandemi, tapi karena pemda Jabar gagal dalam menyediakan akses pendidikan yang layak," ujar Iman melalui keterangan tertulis pada Senin, 7 Juli 2025.
Learning loss merupakan penurunan kemampuan belajar dan pencapaian akademis siswa akibat situasi tertentu. Hal itu bisa berupa hilangnya pengetahuan dan keterampilan yang sudah dikuasai, atau kesenjangan antara kemampuan siswa dengan standar yang diharapkan.
Iman menjelaskan, learning loss tidak dapat terelakkan manakala kebijakan itu diterapkan. Dia menggambarkan situasi pembelajaran akan berubah drastis, seperti kelas jadi pengap, suara guru tidak terdengar, kelas tidak kondusif, interaksi murid di kelas sangat terbatas, sarana prasarana tidak mencukupi, hingga guru tidak bisa mengkontrol kelas.
"Kelas akan terasa sumpek, seperti penjara, mengingat luas ruang kelas SMA/SMK itu hanya muat maksimal 36 murid saja", kata Iman.
Adapun kebijakan Dedi ini tertuang dalam Keputusan Gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor : 463.1/Kep.323-Disdik/2025 tentang Petunjuk Teknis Pencegahan Anak Putus Sekolah Jenjang Pendidikan Menengah di Provinsi Jawa Barat. Dalam aturan itu, ia memperbolehkan Kepala Sekolah mengisi satu ruang kelas maksimal 50 siswa dengan alasan banyak anak tidak mampu belum tertampung di sekolah negeri.
Iman berpendapat bahwa apa pun masalahnya, menggadaikan kualitas pembelajaran dengan menumpuk 50 siswa dalam satu kelas tentu bukan solusi. Semestinya, Dedi Mulyadi bisa memilih solusi lain seperti memasukkan anak tidak mampu ke Sekolah Rakyat, atau menyediakan bantuan untuk siswa bersekolah di swasta.
Iman memahami itikad baik Gubernur dalam upaya mengurangi anak putus sekolah di Jawa Barat. Hanya saja, niat baik tersebut harus disertai dengan kebijakan yang terukur tanpa mengorbankan hal baik lainnya. "Pemerintah gagal menyediakan akses pendidikan dasar bukan harus dimaklumi. Justru harus dituntut tanggungjawabnya," ucap Iman.
Lebih lanjut, Perhimpunan Pendidikan dan Guru itu menyarankan agar Dedi Mulyadi senantiasa mengharmonisasikan kebijakannya dengan kebijakan pemerintah pusat. Mereka menilai selama beberapa bulan Dedi menjabat, banyak kebijakan yang tidak bersinergi dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.
Mulai dari mengirim anak nakal ke barak tentara, hingga terbaru menyerukan Kepala Sekolah untuk menerima 50 murid dalam satu kelas. "Sangat disayangkan jika kedua program dengan tujuan mulia, berjalan sendiri-sendiri, atau malah tumpang tindih," kata Iman.