TEMPO.CO, Jakarta - Sebagian pendaftar Sekolah Menengah Atas atau SMA swasta di Jawa Barat mencabut berkas untuk pindah ke sekolah negeri. Selain itu juga ada orang tua yang meminta uangnya dikembalikan setelah mendaftar dan diterima SMA swasta. “Laporan seperti itu dari Depok, Sukabumi, Kota Bandung, Garut,” kata Ketua Umum Forum Kepala SMA Swasta Jawa Barat Ade D. Hendriana kepada Tempo, Kamis 10 Juli 2025.
Pembatalan murid baru bersekolah di SMA swasta itu terkait dengan keputusan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi tentang petunjuk teknis pencegahan anak putus sekolah (PAPS) jenjang pendidikan menengah. Untuk menampung siswa miskin yang rawan putus sekolah, Dedi memutuskan SMA dan SMK negeri bisa memuat murid baru hingga 50 orang per kelas dari daya tampung semula 36 siswa per rombongan belajar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Akibatnya, Ade mencontohkan, dua SMA swasta beken di Bandung harus kehilangan banyak calon murid baru. “Ada 120 orang yang mencabut berkas karena diterima jalur PAPS, dan ada yang hampir dua kelas jadi kosong,” ujarnya. Forum kepala sekolah dan SMA swasta kini masih mendata jumlah pendaftar yang hengkang ke sekolah negeri.
Ade menilai, calon siswa baru yang pindah ke sekolah negeri itu tidak tergolong sebagai anak yang rawan putus sekolah, karena mereka telah mendaftar ke SMA dan SMK swasta. Dia menduga jalur PAPS itu dibuat untuk menampung pendaftar dari Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) yang tidak lolos jalur afirmasi.
Dalam aturan SPMB SMA, SMK, dan SLB 2025 yang ditetapkan Gubernur Jawa Barat, calon siswa dari keluarga ekonomi tidak mampu atau KETM yang terdata maupun tidak terdata di data Penyasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) bisa mendaftar lewat jalur afirmasi.
Dinas Pendidikan Jawa Barat kemudian akan menyalurkan mereka sesuai daya tampung sekolah. Forum Kepala SMA Swasta Jawa Barat dan sebuah organisasi lain berencana mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas keputusan Dedi Mulyadi tersebut.
Sementara itu Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Provinsi Jawa Barat Adi Komar mengatakan terbuka jika ada pihak yang keberatan dengan keputusan Gubernur. Kebijakan itu menurutnya semata untuk mencegah anak putus sekolah serta meningkatkan kualitas pendidikan. “Penambahan jadi 50 murid per kelas itu tidak diberlakukan merata ke semua SMA dan SMK negeri,” ujarnya kepada Tempo, Selasa 8 Juli 2025.
Dinas Pendidikan Jawa Barat akan menggali potensi sekolah mana yang bisa dimaksimalkan atau ditambah muridnya hingga 50 orang per kelas. Adi mengatakan masih ada potensi SMA dan SMK swasta menerima calon murid baru yang tidak tertampung sekolah negeri sebanyak 400 ribu orang. Rencananya sesuai kalender pendidikan, tahun ajaran baru di semua jenjang sekolah akan dimulai pada Senin 14 Juli 2025.