TIM Pengawas (Timwas) Haji DPR telah merangkum hasil evaluasi pengawasan ibadah haji 2025 dalam ringkasan eksekutif atau executive summary. Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurijal mengatakan hasil evaluasi itu akan segera dibawa ke rapat paripurna, dan pembentukan panitia khusus atau pansus haji bisa jadi opsi lanjutan, apabila dinilai perlu pendalaman lebih lanjut.
“Kita perlu telusuri penyebab berbagai persoalan haji yang terjadi, apakah cukup melalui perbaikan teknis, regulasi, atau memang butuh pendalaman lebih jauh,” kata Cucun dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta pada Rabu, 9 Juli 2025, seperti dikutip dari Antara.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mengatakan, sesuai dengan mekanisme di DPR, laporan Timwas Haji akan terlebih dahulu dibawa ke Rapat Pimpinan DPR sebelum dipresentasikan secara resmi dalam rapat paripurna. Dari situ, laporan pengawasan haji tersebut akan ditetapkan sebagai dokumen negara.
“Kalau memang kesimpulan dari rapat nanti menyatakan perlu dilanjutkan lewat mekanisme pansus, maka kita akan bentuk Pansus Haji. Seperti sebelumnya pernah lewat Panja Komisi VIII, sekarang kita terbuka terhadap opsi pembentukan pansus,” ujarnya.
Cucun yang juga Ketua Timwas Haji DPR 2025 menegaskan hasil pengawasan tim pengawas akan menjadi pijakan penting dalam menyiapkan pelaksanaan haji tahun-tahun mendatang, khususnya menjelang peralihan wewenang penyelenggaraan haji yang akan dijalankan oleh lembaga baru.
Berdasarkan revisi Undang-Undang Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang telah disahkan, mulai 2026 pelaksanaan ibadah haji akan berada di bawah kewenangan Badan Penyelenggara Haji (BPH) yang ditunjuk langsung oleh presiden.
“Evaluasi ini akan menjadi dasar penting, apalagi tahun depan hajinya akan diselenggarakan oleh badan baru. Kita harus pastikan sistemnya kuat dan tak mengulang persoalan klasik,” kata Cucun.
Soal pansus haji, sebelumnya Anggota Komisi VIII DPR Maman Imanul Haq menilai pembentukannya untuk menyelidiki penyelenggaraan haji 2025 tidak diperlukan.
Menurut Maman, yang lebih penting dilakukan adalah memperkuat diplomasi dengan Arab Saudi melalui Badan Penyelenggara (BP) Haji agar segala dinamika mengenai penyelenggaraan haji dapat diatasi oleh Indonesia.
“Saya rasa enggak usah (bentuk) pansus kalau ini. Yang terbaik itu adalah memperkuat diplomasi haji kita lewat Badan Haji sehingga betul-betul kita harus tau apa sih yang diinginkan oleh Arab Saudi,” ujar Maman di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 11 Juni 2025.
Politikus PKB ini menyebutkan sejumlah persoalan penyelenggaraan haji pada 2025 akan diakomodasi oleh Komisi VIII DPR dalam revisi UU Haji. Revisi aturan itu, kata Maman, diharapkan dapat menghadirkan penyelenggaraan haji yang lebih baik di masa datang.
Soal Pelibatan Pengawas Eksternal sejak Awal Tahapan Haji
Cucun menuturkan Timwas Haji DPR meminta agar pengawasan penyelenggaraan ibadah haji di masa datang melibatkan lembaga pengawas eksternal dan aparat penegak hukum sejak awal tahapan perencanaan. “Selama ini, yang tidak ada itu adalah pengawasan melekat dari sejak awal,” kata dia.
Dia menyebutkan Timwas Haji DPR berpandangan, saat kontrak mulai disusun oleh Kementerian Agama, lembaga seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kejaksaan, hingga Bareskrim Polri seharusnya dilibatkan. Hal itu merupakan langkah untuk mencegah potensi moral hazard atau penyalahgunaan kewenangan.
Menurut Cucun, pelibatan aparat pengawas eksternal berperan memastikan setiap tahapan pengadaan barang dan jasa untuk jemaah haji benar-benar ditujukan bagi kepentingan pelayanan, bukan pihak-pihak tertentu. “Kami setuju jika pengawasan dilakukan dari awal. Jangan menunggu ada pelanggaran dulu baru bergerak,” ujarnya.
Cucun juga memaparkan sejumlah temuan dalam pengawasan haji 2025 oleh Timwas Haji, antara lain berkaitan dengan keterlambatan visa yang menghambat keberangkatan jemaah seperti di embarkasi Nusa Tenggara Barat (NTB). Lalu ada persoalan keterlambatan pesawat akibat ketidaksiapan maskapai dalam menyediakan pesawat cadangan.
“Setiap tahun masalah yang sama terus berulang. Seharusnya maskapai memiliki pesawat cadangan di tiap embarkasi,” kata dia.
DPR juga menemukan persoalan di Madinah mengenai penataan hotel bagi jemaah haji gelombang pertama, termasuk ukuran hotel yang terlalu kecil dan ruang makan yang tidak memadai.
Evaluasi juga dilakukan pada puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna), termasuk pemulangan jemaah haji yang terlambat hingga 15 jam. “Seluruh tahapan dari keberangkatan hingga kepulangan harus dibenahi. Kita tidak ingin keluhan jemaah haji berulang setiap tahun,” tutur Cucun.
Dia menegaskan semua temuan tersebut akan dibawa dalam Rapat Pimpinan DPR RI sebelum dibacakan dalam rapat paripurna sebagai dokumen negara.
Timwas Haji DPR Usul Satu Syarikah Layani Satu Embarkasi
Timwas Haji DPR juga mengusulkan penyelenggaraan haji ke depan dilakukan lebih terstruktur dan profesional, seperti melalui penugasan satu syarikah atau penyedia layanan bagi jemaah haji untuk setiap embarkasi. “Usulan yang mengemuka tadi adalah agar setiap satu embarkasi dilayani oleh satu syarikah,” ucap Cucun.
Dengan total 14 embarkasi yang ada di Indonesia, kata dia, akan terdapat 14 syarikah yang akan ditugaskan. Penugasan syarikah, kata dia, dilakukan dengan syarat syarikah tersebut tidak memiliki catatan wanprestasi sehingga kualitas layanan kepada jemaah haji dapat lebih terjaga.
Timwas Haji DPR mengemukakan usulan itu dalam rapat internal yang digelar pada Selasa, 8 Juli 2025, untuk mengevaluasi penyelenggaraan ibadah haji 2025.
Syarikah adalah mitra resmi Pemerintah Arab Saudi yang bertugas memberikan layanan kepada jemaah haji, termasuk akomodasi, konsumsi, transportasi, dan pergerakan selama di Tanah Suci, terutama di fase puncak ibadah haji 2025 di Armuzna. Pada musim haji 2025, terdapat delapan syarikah yang ditunjuk dan masing-masing dari mereka melayani 11 ribu hingga 36 ribu peserta haji.
Lebih lanjut, Cucun mengatakan pendekatan multi-syarikah akan mendorong kompetisi yang sehat antarpenyedia layanan, sekaligus memperkuat tanggung jawab masing-masing syarikah dalam memberikan layanan terbaik.
Cucun menuturkan klausul kontrak nantinya perlu ditetapkan skema retensi dana atau uang jaminan bagi syarikah yang terbukti wanprestasi. Langkah itu, kata dia, merupakan upaya menjamin akuntabilitas pelayanan kepada jamaah haji. “Kalau ada syarikah yang wanprestasi, dana retensi itu bisa ditahan atau dipotong,” tuturnya.
Menurut dia, usulan itu akan dimuat dalam laporan Timwas Haji serta substansi revisi Undang-Undang Haji yang sedang dibahas DPR bersama pemerintah.
Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Yang Perlu Diketahui tentang MPLS Ramah yang Diterapkan 14 Juli