INFO NASIONAL – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie melihat terlalu banyak fungsi yang tercantum dalam Pasal 4 ayat 2 Rancangan Undang-Undang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU BPIP). Hal itu dia sampaikan saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR) soal penyusunan Rancangan Undang-Undang BPIP di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, belum lama ini.
“Saya lihat loh kok banyak sekali fungsinya. Enggak-enggak penting gitu loh, soal-soal dokumen segala macam, itu urusan nanti. Terpenting undang-undang ini menggagas eksistensi dari badan ini,” kata Ahli Hukum Tata Negara ini.
Dengan demikian, lanjut Jimly, BPIP bisa memainkan peran yang substansial dalam mewujudkan ideologi berpancasila dalam semua aspek kehidupan. “Dan juga mempermudah dari pemerintahan yang sekarang mewujudkan Asta Citanya yang pertama,” kata dia.
Jimly melihat terdapat empat fungsi penting BPIP. Keempat fungsi itu, yakni:
1. Fungsi penjabaran nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
Hingga saat ini, menurut Jimly, belum ada rincian dari Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa. Menurut dia, TAP MPR Nomor 6 tahun 2001 itu harus match dengan etika berdasarkan Pancasila. “Nah, turunannya saya rasa bisa dibuat apakah Perpres atau Kepres. Ini harus ada yang menyusun. Usul saya, mestinya dalam RUU BPIP ini prinsip-prinsipnya itu ada. Prinsip-prinsip nilai Pancasila yang menjabarkan Pancasila dan menjabarkan lagi TAP MPR Nomor 6 Tahun 2001 tentang etika kehidupan berbangsa.”
Menurut Jimly, hingga saat ini belum ada rancangan itu. “Tapi seandainya enggak sempat pun baiknya ya sudah diserahkan kepada presiden. Diatur dengan Perpres atau dengan Kepres.”
2. Fungsi koordinasi pembinaan dan edukasi
BPIP menurut Jimly tidak perlu operasional melainkan cukup koordinasi saja. “Mengkoordinasi ya nilai-nilai Pancasila melalui sistem pendidikan nasional yang ada dan sistem pembinaan aparatur, pejabat publik yang sudah ada banyak sekali tersebar. Jadi BPIP fungsi koordinasi pembinaan dan edukasi,” kata dia.
3. Fungsi pengawasan dan rekomendasi
Fungsi yang ketiga, menurut Jimly adalah pengawasan dan rekomendasi seperti yang selama ini dikerjakan: memberi rekomendasi. “Tetapi rekomendasi ini bisa didengar dan bisa tidak. Ya, fungsi rekomendasi ini bisa terdengar bisa juga tidak didengar. Biasanya kan begitu ya.”
Dalam fungsi ini, BPIP merekomendasikan kepada presiden untuk melakukan legislative review terhadap undang-undang yang dianggap bertentangan dengan Pancasila. “Nah, ini bisa, tetapi rekomendasi ya, terkadang enggak didengar karena BPIP-nya belum jadi undang-undang.”
4. Fungsi pengawasan dan pengujian kebijakan
Jimly mengusulkan satu lagi fungsi BPIP yakni pengawasan dan pengujian kebijakan. “BPIP ini penting, sayang sampai sekarang masih banyak yang belum paham,” kata Jimly. Sesudah reformasi, menurut Jimly, Indonesia memiliki mekanisme pengujian yang bernama judicial review.
“Review bisa dilakukan oleh eksekutif. Executive review bisa dilakukan oleh lembaga legislatif namanya legislative review. Tapi ada yang sifatnya itu final dan mengikat walaupun banyak yang suka tidak suka. Di ruangan ini banyak yang enggak suka daripada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang terakhir. Nah, biasalah itu gak apa-apa. Tapi mekanisme ini, Saudara-saudara, sudah kita wujudkan dalam sistem demokrasi konstitusional kita sejak reformasi dengan dipisah. Untuk undang-undang diuji di MK, untuk peraturan di bawah undang-undang diuji di Mahkamah Agung.”
Selama 25 tahun ini, kata Jimly, yang mengajukan permohonan dapat warga negara, badan hukum, publik atau privat, masyarakat hukum adat, dan juga lembaga negara. “Dan yang mengajukan ini satu persatu. Ketemu satu ayat yang merugikan ajukan. Ketemu dua ayat ajukan. Ada masyarakat hukum adat di Papua tidak suka kepada satu ayat undang-undang kehutanan diajukan. Tapi begitu diputus oleh 9 orang dampaknya ke 280 juta orang. Nah, sekarang saya ingin mengusulkan kita perlukan ada satu lembaga yang diberi otoritas untuk mengajukan permohonan judicial review. Tentu awalnya dibatasi dulu, jangan semua. Cukup misalnya undang-undang dan Perda saja,” tutur dia.
Artinya, lanjut Jimly, jika satu persatu mengajukan maka akan repot. “Maka kita memerlukan satu otoritas yang dikukuhkan dengan undang-undang melakukan pengujian. Tapi ini hanya untuk urusan Pancasila.”
Hal ini, lanjut Jimly, sekaligus mempertegas kedudukan MK sebagai Mahkamah Konstitusi, bukan Mahkamah Undang-Undang Dasar. “Konstitusi itu isinya dua, Pancasila dan Undang-Undang Dasar 45.”
Jimly menegaskan, dalam hal ini nantinya BPIP yang akan mengajukan permohonan ke MK dan mengajukan ke Mahkamah Agung (MA). “Jadi yang mengadili tetap MA. Tetap sesuai dengan kewenangan masing-masing.”
Jimly pun berharap, empat fungsi dari BPIP ini pun bisa diperkuat. “Dan tentunya kita tingkatkan dalam mengawal Pancasila kita,” kata dia.
Sementara itu, Ketua Baleg DPR Bob Hasan menekankan urgensi RDPU untuk mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi dalam penerapan nilai-nilai Pancasila. “Tentu ujungnya untuk kebutuhan masyarakat dan ketahanan negara.”
Menurut dia, Baleg DPR akan mempercepat jalannya pembahasan RUU BPIP dalam beberapa hari ke depan. Hal ini agar RUU BPIP dapat segera rampung pada pembahasan Tingkat I. (*)