TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti senior Imparsial, Al Araf, mendesak kepolisian dan markas besar TNI untuk segera menyelidiki dugaan intimidasi terhadap mahasiswa pemohon gugatan uji formil Undang-Undang atau UU TNI di Mahkamah Konstitusi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengatakan, intimidasi tersebut bukan hanya berbahaya bagi pemohon, tapi juga iklim demokrasi di Indonesia. Apalagi, langkah yang dilakukan mahasiswa itu secara hukum sudah sesuai di jalurnya, yaitu dengan mengajukan gugatan kepada Mahkamah manakala menilai adanya proses pembentukan UU yang bermasalah.
"Harusnya diapresiasi bukan diintimidasi," kata Al Araf saat dihubungi, Rabu, 2 Juli 2025.
Adapun pemohon uji formil UU TNI pada perkara Nomor 56/PUU-XXIII/2025 bernama Fawwaz Farhan Farabi mengaku memperoleh intimidasi setelah mengajukan gugatan uji formil UU TNI ke Mahkamah.
Ia mengatakan intimidasi itu berupa kehadiran Komandan Distrik Militer 0508/Depok, Kolonel Imam Widhiarto ke kampus UI saat dihelat agenda konsolidasi nasional mahasiswa, 16 April 2025. Imam yang menumpangi kendaraan dan pakaian dinas, kata dia, hadir tanpa undangan.
Intimidasi lain, dia bercerita, ialah berupa tuduhan di media sosial yang menyebutnya sebagai antek asing atau tertalu idealis. Beberapa waktu setelah mengajukan gugatan, kata dia, seorang tak dikenal sempat meminta dosen UI untuk memberikan nomor telepon para pemohon.
Namun, dosen itu menolak lantaran permintaan orang tak dikenal ini dianggap amat mencurigakan. "Ada Babinsa yang datang ke kantor Ibu saya, menanyakan alamat rumah juga," ujar Fawwaz pada 1 Juli, 2025.
Al Araf menyebut, intimidasi yang dialami Fawwaz adalah upaya yang acapkali dilakukan rezim pemerintah otoriter Orde Baru. Ia mengatakan, alih-alih menjalankan tugas dengan baik, tindakan lancung tersebut justru mendiskreditkan nama instansi.
"Babinsa tidak perlu menemui dan mendatangi rumah secara langsung. Itu sudah keluar dari tugas," ujar Al Araf.
Dihubungi terpisah, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengatakan, selain intimidasi para pemohon uji formil UU TNJ juga memperoleh justifikasi sewenang-wenang dari DPR dan pemerintah.
Justifikasi yang dimaksud ialah manakala DPR dan pemerintah meminta Mahkamah untuk menolak seluruh permohonan uji formil. Petitum ini disampaikan pada sidang lanjutan gugatan UU TNI di Mahkamah, Senin, 23 Juni 2025.
Alasannya, pemohon bukan pihak yang berdampak langsung melainkan hanya mahasiswa, pelajar, masyarakat sipil, dan pengurus rumah tangga yang tidak dirugikan oleh duduknya prajurit aktif di jabatan sipil.
"Pola seperti ini sangat berbahaya dan berpotensi membuat masyarakat apatis terhadap partisipasinya dalam mengawasi dan mengoreksi pembentukan UU," ujar Isnur.
Kepala Pusat Penerangan Markas Besar TNI Mayor Jenderal Kristomei Sianturi, menepis kehadiran Imam Widhiarto di kampus UI untuk tujuan mengintimidasi mahasiswa. Ia mengatakan Imam hadir dalam konteks berbeda dan diundang oleh seorang kawan mahasiswanya bersama petugas bagian keamanan kampus. "Tidak ada yang mengintimidasi," kata Kristomei.