TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengatakan draf sejarah Indonesia yang ditulis ulang oleh tim Kementerian Kebudayaan akan dipublikasikan pada 20 Juli 2025. Di samping draf sejarah itu, kata Fadli, Kementerian Kebudayaah juga akan mempublikasikan tim penulis dan editor yang terlibat dalam proyek tersebut.
“Sekarang dalam proses penulisan akhir dan mungkin editing fisik,” kata Fadli kepada Tempo di Kementerian Kebudayaan, Jakarta, pada Rabu, 9 Juli 2025.
Fadli mengatakan draf sejarah yang dipublikaskan tersebut akan diuji di perguruan tinggi. Ia akan mengundang semua kampus untuk menguji draf final penulisan ulang sejarah nasional Indonesia tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Nanti akan diuji publik di perguruan tinggi. Kami undang semua,” kata politikus Partai Gerindra ini.
Sebelumnya, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani meminta Fadli Zon tidak terburu-buru menyelesaikan penulisan ulang sejarah Indonesia tersebut agar tidak ada fakta-fakta yang dihilangkan. “Jangan terburu-buru, kita lihat fakta sejarahnya bagaimana,” kata Puan di Kompleks DPR, Jakarta, pada Kamis, 3 Juli 2025.
Komisi X DPR sempat memanggil Fadli untuk membahas proses penulisan ulang sejarah tersebut pada Rabu, 2 Juni 2025. Dalam rapat di DPR itu, Fadli diminta mengklarifikasi mengenai kekisruhan yang terjadi belakangan ini, khususnya berbagai sejarah Indonesia yang hilang dalam draf awal penulisan sejarah. Misalnya, kasus pemerkosaan massal pada 1998. Bahkan Fadli Zon mengatakan pemerkosaan massal pada kerusuhan Mei 1998 hanya rumor dan tidak disertai bukti-bukti.
Di hadapan Komisi X, Fadli mengatakan tujuan penulisan ulang sejarah untuk memperbarui narasi sejarah yang belum pernah tersampaikan. Di samping itu, kata dia, penulisan ulang itu untuk menghadirkan narasi positif sebagai upaya pemersatu bangsa di tengah perbedaan.
“Jadi, tone-nya kami positif juga, mengembangkan termasuk pencapaian di dunia internasional yang luar biasa dengan konferensi Asia Afrika, gerakan nonblok, dan lain-lain gitu, ya. Kami berharap sejarah ini sebagai pemersatu bangsa dari berbagai perbedaan,” ujarnya.
Fadli mengatakan proyek penulisan sejarah bertujuan menuliskan kembali narasi sejarah yang belum lengkap agar generasi berikutnya bisa lebih mengenal sejarah dari perspektif Indonesia.
Ia juga menyebutkan bahwa penulisan sejarah untuk memperbarui teks sejarah yang telah ditulis dan mengisi kekosongan tulisan sejarah sejak 26 tahun terakhir atau sejak era Presiden B.J. Habibie. Pembaruan itu termasuk mencari temuan data hukum hingga peninggalan yang bersifat arkeologis untuk menguatkan fakta sejarah.
“Kami update ini termasuk temuan-temuan yang bersifat arkeologis, temuan sejarah yang lain, dan tone positif di dalam sejarah kita, dan perspektif Indonesia,” ujar dia.
Akhir Mei lalu, Fadli Zon juga mengatakan pemerintah akan menyusun ulang sejarah asional Indonesia secara menyeluruh dan inklusif. Proyek ini melibatkan 113 sejarawan dari seluruh Indonesia.
Rencana ini disampaikannya seusai rapat terbuka dengan Komisi X DPR terkait program strategis penulisan sejarah nasional pada 27 Mei 2025.
Fadli menyebut penulisan sejarah ini bukan proyek baru, melainkan kelanjutan dari misi Kementerian Kebudayaan sejak awal dibentuk. Penulisan akan dilakukan dalam 10 jilid besar yang mencakup seluruh periode sejarah Indonesia, mulai dari masa prasejarah hingga era Presiden Joko Widodo.
Ia mengatakan tim penulis terdiri dari para guru besar, doktor, akademisi, serta pakar-pakar sejarah, arkeologi, antropologi, hingga arsitektur dari berbagai wilayah Indonesia. Mereka dibagi berdasarkan periode keahlian masing-masing, dengan sistem editor per jilid dan satu editor umum.
Langkah ini, kata Fadli, bertujuan agar penulisan sejarah lebih objektif dan berbasis perspektif Indonesia, bukan narasi kolonial seperti yang selama ini mendominasi. "Penulisan ini kami dasarkan pada perspektif Indonesia-sentris,” katanya.
Penulisan ulang sejarah Indonesia ini ditargetkan dapat diluncurkan menjelang 17 Agustus 2025 sebagai bagian dari perayaan 80 tahun kemerdekaan Indonesia.
Dandi Bajuddin berkontribusi dalam penulisan artikel in