Habiburokhman Kritik Balik Koalisi Sipil yang Kritisi RUU KUHAP

1 month ago 24
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi III DPR Habiburokhman tak terima kritik yang menyebut pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana atau RUU KUHAP tidak mewakili kepentingan publik.

Politikus Partai Gerindra itu mengatakan lembaga legislatif membuka partisipasi masyarakat seluas-luasnya dalam penyusunan RUU KUHAP. "Kami juga mengkritisi oknum-oknum, orang-orang atau lembaga-lembaga yang mengklaim mereka lah yang masyarakat sipil. Ya kami juga wakil dari masyarakat sipil," kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Kamis, 9 Juli 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia menjelaskan bahwa Komisi Hukum DPR telah mendengar masukan dari 53 pihak dengan beragam latar belakang untuk penyusunan KUHAP. Hingga saat ini dia mengklaim DPR dengan pemerintah telah membahas 1.676 daftar invetaris masalah. Rinciannya, sebanyak 1.091 pasal dipertahankan, 68 pasal diubah, 91 pasal lama dihapus, 131 pasal baru, 256 perubahan redaksional.

Ia tidak setuju dengan anggapan bahwa partisipasi bermakna yang digaungkan DPR dalam penyusunan RUU KUHAP sebatas retorika belaka. "Pasal-pasal yang masuk ini ini adalah pasal dari masyarakat semua loh. Jadi silakan masyarakat menilai, kami yang omong kosong atau mereka yang omong kosong," kata Habiburokhman.

Dia menilai RUU KUHAP lebih mengedepankan kebutuhan korban dalam pendampingan hukum serta memberikan wewenang lebih bagi advokat. Oleh karena itu, Habiburokhman meyakini RUU KUHAP mendesak untuk disahkan. 

Sebelumnya peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Iftitah Sari mengatakan naskah DIM yang terdiri dari 1600-an poin itu tidak banyak mengubah substansi draf RUU KUHAP yang dibuat DPR. Padahal, draf RUU KUHAP versi DPR dinilai banyak mengandung masalah.

“Isi DIM-nya cenderung mengamini draf yang lama, nggak ada perubahan substansial. Kalau pun ada perubahan justru makin buruk,” ujar Tita di kantor Tempo pada Kamis, 3 Juli 2025.

Salah satu persoalan dalam naskah DIM RUU KUHAP yang disorot Tita adalah tentang izin hakim dalam upaya paksa penangkapan dan penahanan oleh penyidik. DIM RUU itu, kata dia, memang mencantumkan kewajiban penyidik untuk memperoleh izin dari hakim setempat sebelum melakukan upaya penangkapan dan penahanan. Namun, pasal itu juga mengandung ayat yang mengecualikan izin hakim dalam kondisi mendesak tertentu.

“Keadaan mendesak ini maknanya salah satunya dari penilaian subyektif penyidik yang tidak ada limitasinya,” kata Tita.

Menurut Tita, penilaian subyektif penyidik itu hanya akan melegitimasi permasalahan-permasalahan pelanggaran hak asasi manusia dalam proses upaya paksa yang terjadi saat ini.

Padahal, koalisi masyarakat sipil dalam dialog bersama Kementerian Hukum telah menyuarakan bahwa pelaksanaan upaya paksa harus diatur secara rigid dengan pengawasan hakim. Apabila ada pengecualian, upaya paksa itu harus dilakukan secara obyektif, tidak mengacu pada penilaian subyektif penyidik.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan DPR tidak akan mengebut RUU KUHAP. Dia juga menjanjikan pembahasan RUU KUHAP dilaksanakan secara terbuka dan memberi ruang partisipasi publik. Salah satunya menampilkan perkembangan pembahasan RUU KUHAP di laman yang disediakan.

"Dalam masa sidang ini kami akan minta kepada komisi terkait untuk bahas, karena partisipasi masyarakat, baik dalam pemerintah menyusun DIM, itu dirasa sudah cukup," kata Dasco pada Kamis.

RUU KUHAP akan menggantikan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Revisi KUHAP ini merupakan inisiasi Dewan Perwakilan Rakyat dan masuk dalam Program Legislasi Nasional. 

Oyuk Ivani Siagian berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article