TEMPO.CO, Jakarta - Guru besar hukum tata negara Universitas Padjadjaran Susi Dwi Harijanti mengingatkan pentingnya prosedur yang sesuai dengan prinsip konstitusi dalam pembentukan undang-undang. Hal itu ia sampaikan saat menjadi ahli dalam sidang lanjutan uji formil UU TNI di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin, 7 Juli 2025.
Menurutnya, saat ini prosedur pembentukan undang-undang mendapatkan perhatian karena munculnya pertanyaan-pertanyaan kritis atas legitimasi pembentukan undang-undang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pengujian formil memiliki sejumlah fungsi penting, seperti menjaga demokrasi dan supermasi hukum. Melalui pengujian ini, Mahkamah harus memastikan bahwa undang-undang dibentuk melalui prosedur yang sah, adil, dan sejalan dengan prinsip negara hukum,” ujar Susi saat persidangan.
Susi menjelaskan prosedur tidak dapat direduksi hanya sebagai formalitas, melainkan sebagai ekspresi konstitusional dari demokrasi dan kehendak rakyat. “Prosedur bukan hanya sekedar langkah teknis administratif, melainkan intisari dari legitimasi hukum itu sendiri,” ujar Susi.
Menurut dia, ketaatan terhadap prosedur adalah representasi dari penghormatan terhadap nilai-nilai dasar konstitusional. Maka pelanggaran terhadap prosedur adalah pelanggaran terhadap prinsip-prinsip konstitusi yang paling mendasar.
Susi menjabarkan sejumlah prinsip yang harus dipegang dalam proses legislasi seperti penaatan terhadap demokrasi, kepatuhan terhadap prinsip negara hukum, penghormatan terhadap HAM, serta prinsip pelengkap seperti keterbukaan, partisipasi, inklusifitas, serta perencanaan legislasi yang terorganisasi dan tepat waktu. Ia pun menyinggung bahwa sejumlah prinsip dasar tersebut tidak terpenuhi dalam penyusunan UU TNI.
“Undang-undang tersebut dipaksakan masuk dalam Prolegnas Prioritas tanpa proses yang transparan dan terorganisasi, tidak tersedia naskah akademik yang memadai, minim partisipasi pubik serta tidak ada informasi resmi yang dapat diakses secara terbuka sebelum pengesahan, bahkan draf resmi RUU belum tersedia hingga setelah pengesahan,” kata Susi.
Sebelumnya pihak pemerintah melalui Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyatakan, penyerapan aspirasi telah ditegaskan oleh pemerintah dengan diterbitkannya keterangan Presiden Nomor 1 huruf c angka 3 terkait tahap penyusunan UU TNI. Sehingga, dia mengklaim, pemerintah telah membuka ruang partisipasi publik dalam pembentukkan UU TNI dengan seluas-luasnya.
"Sudah memenuhi asas dan prinsip yang diatur pada undang-undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan," kata Supratman pada persidangan lanjutan gugatan uji formil UU TNI di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Senin, 23 Juni 2025.
Sejak disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 21 Maret 2025 lalu, UU TNI menjadi produk hukum yang paling banyak digugat ke MK. Tercatat, 11 gugatan dilayangkan oleh mahasiswa dan masyarakat sipil.
Dari 11 gugatan itu, 5 gugatan berlanjut pada sidang lanjutan, 5 gugatan ditolak Mahkamah, dan 1 gugatan yang diajukan mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya dicabut oleh pemohon.