Liputan6.com, Jakarta Hernia nukleus pulposus (HNP) atau saraf kejepit bisa terjadi pada orang muda bahkan remaja.
Kondisi ini dapat ditandai dengan gejala sakit pinggang. Lantas, sakit pinggang seperti apa yang merujuk pada kondisi saraf kejepit?
“Diawalinya biasanya dengan sakit pinggang,” kata konsultan tulang belakang dr. Asrafi Rizki Gatam, Sp.OT (K) Spine., dalam temu media di Bintaro, Tangerang Selatan, Jumat (25/7/2025).
Meski begitu, tak semua nyeri pinggang berarti akibat saraf kejepit. Umumnya, 70 hingga 80 persen nyeri pinggang disebabkan masalah otot biasa.
“Kapan nyeri pinggang harus kita waspadai? Apabila nyeri pinggangnya terjadi dalam jangka waktu yang panjang, misalnya lebih dari dua minggu enggak hilang-hilang. Nah, itu kita harus waspada dan harus dievaluasi lebih lanjut,” jelas dokter yang sehari-hari praktik di Eka Hospital BSD ini.
Adanya jepitan pada saraf “hampir pasti” menyebabkan timbulnya gejala nyeri menjalar.
“Kalau kita bicara di pinggang, jepitan saraf di pinggang itu menyebabkan nyeri menjalar ke kaki. Bokong, paha, sampai betis. Itu yang menjadi gejala awal (saraf kejepit pada remaja).”
Sementara, gejala yang lebih berat adalah gangguan fungsi saraf. Diawali dengan gangguan fungsi motorik misalnya di daerah pergelangan kaki.
“Jadi enggak bisa jinjit, atau tidak bisa menggerakan pergelangan kakinya, berjalan pakai tumit biasanya itu yang mungkin akan terjadi,” paparnya.
Apa Penyebab Saraf Kejepit pada Remaja?
Rizki menjelaskan, HNP atau saraf kejepit terjadi ketika bantalan tulang belakang pecah, keluar, kemudian menjepit saraf. Saraf yang terjepit akan menimbulkan gejala yaitu nyeri menjalar.
Nyeri akibat HNP biasanya menjalar dari area tulang belakang sampai ke kaki. Dalam beberapa kasus, saraf kejepit bahkan memicu gangguan buang air kecil dan buang air besar.
Rizki menambahkan, terjadinya HNP pada remaja memang tidak umum. Namun, hal ini dapat terjadi akibat kebiasaan sehari-hari yang kurang bergerak.
“Hidup sedentari, sebagian besar waktu dihabiskan dengan posisi duduk tanpa ada aktivitas yang cukup untuk membantu agar massa otot itu terjaga.”
Dengan gaya hidup seperti ini, maka risiko terjadinya pecah bantalan di tulang belakang meningkat.
“Murni penyebabnya itu mekanikal, tapi tidak menutup kemungkinan juga ada faktor genetik di sana. Faktor genetik itu biasanya memengaruhi elastisitas dari bantalannya. Jadi, masing-masing orang itu memiliki fleksibilitas dari protein yang berbeda-beda. Ada orang yang sangat fleksibel proteinnya, ada orang yang lebih rigid,” ucapnya.
Penanganan Saraf Kejepit
Penanganan saraf kejepit dapat dilakukan dengan fisioterapi. Jika sudah parah, operasi penggantian bantalan tulang belakang mungkin diperlukan.
Cara lain yang disebut dapat menjadi opsi penanganan saraf kejepit adalah akupunktur.
“Akunpunktur itu ada ilmunya, akupunktur itu dokter spesialis yang mengerjakan. Dan saraf kejepit itu memang bisa dicoba dengan akupunktur salah satunya, ya selain fisioterapi bisa dengan akupunktur,” ujar Rizki.
Apa Kretek Tulang Baik untuk Saraf Kejepit?
Lantas, apakah saraf kejepit juga bisa diterapi dengan kretek tulang?
“Kalau kretek terus terang, saya enggak pernah menemukan literaturnya. Karena saya dokter ya saya harus menjawab berdasarkan dengan ilmu. Masalahnya, ilmunya enggak ada kretek itu,” jelas Rizki.
Kretek tidak seperti pijat, menurut Rizki, pijat masih ada ilmunya. Pijak termasuk dalam praktik sport massage yang dilakukan dokter spesialis kedokteran olahraga.
“Sport massage itu ada ilmunya, tapi kalau kretek itu sama sekali enggak ada ilmunya. Jadi orang yang melakukan kretek kita juga enggak tahu background pendidikannya apa, yang dikretek tuh apanya, itu kita enggak tahu.”
“Memang dari dunia kedokteran kita tidak bisa merekomendasikan praktik kretek itu, karena mungkin lebih banyak bahayanya dibandingkan dengan menguntungkannya. Mungkin ada manfaat bagi pasien tapi mungkin bahayanya lebih banyak,” jelasnya.