TEMPO.CO, Jakarta - Forum Purnawirawan Prajurit TNI membeberkan alasan hukum mengapa Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR harus mempertimbangkan tuntutan pemakzulan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Inisiator Forum Purnawirawan Prajurit TNI, Dwi Tjahyo Soewarsono, mengungkapkan analisis hukum putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Nomor 02/MKMK/L/11/2023 yang bisa menjadi dasar pemakzulan Gibran.
Tjahjo mengatakan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang memberi Gibran karpet merah untuk ikut pemilihan presiden 2024 terbukti diselimuti pelanggaran etik. Ketua MK saat itu, Anwar Usman, merupakan adik ipar Presiden Joko Widodo sejak 26 Maret 2022 sekaligus paman Gibran.
“Sehingga Putusan Nomor 90 terindikasi kejahatan konstitusi terencana dan terorganisir,” kata Dwi Tjahyo kepada Tempo, Sabtu, 12 Juli 2025.
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie didampingi Anggota MKMK Wahiduddin Adams dan Bintan R. Saragih memberhentikan Anwar Usman sebagai ketua MK karena telah melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik serta perilaku hakim. Meskipun Anwar Usman diberhentikan dari Ketua MK, putusan batasan usia minimal capres cawapres tidak berubah. MKMK beralasan tidak berwenang mengubah putusan batas usia minimal capres dan cawapres karena MKMK hanya mengadili pelanggaran etik.
Pendapat berbeda atau dissenting opinion disampaikan oleh Bintan R. Saragih. Bintan menyatakan kepada Anwar Usman seharusnya diberhentikan tidak hormat karena Anwar terbukti melakukan pelanggaran berat. Bintan melanjutkan bahwa sanksi terhadap pelanggaran berat hanya pemberhentian tidak dengan hormat dan tidak ada sanksi lain. Sanksi ini diatur pada Pasal 41 huruf c dan Pasal 47 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.
Tjahyo mengatakan adanya dissenting opinion (DO) mengindikasikan kejanggalan demi kejanggalan satu per satu dalam penetapan putusan tersebut.
“Dari hal demikian, terlihat keadaan Mahkamah Konstitusi tidak baik-baik saja dan telah dipertontonkan kepada masyarakat Indonesia adanya pelanggaran etik atau kode etik hakim, yaitu melanggar prinsip imparsialitas atau keberpihakkan,” ujarnya.
Hakim Agung ad hoc periode 2007-2022 ini mengatakan, Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 telah telah melanggar Pasal 17 Ayat (5) Ayat (6) dan Ayat (7) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 17 Ayat (5) beleid ini menyebutkan, seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.
“Pasal 17 Ayat (6) menegaskan, dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” ujar Tjahyo.
Tjahyo mengatakan putusan tersebut harus diperiksa kembali dengan susunan majelis hakim yang berbeda sebagaimana Pasal 17 Ayat (7) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Tjahjo mengatakan Putusan Nomor 90 juga melanggar Pasal 23 Ayat 2 Huruf h Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi. Pasal 23 Ayat (2) Huruf h menegaskan bahawa hakim konstitusi diberhentikan tidak dengan hormat apabila melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim konstitusi
“Oleh karena Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 cacat hukum dan juga terjadi disparitas putusan di perkara yang sama, antara lain Nomor 29/PUU-XXI/2023, Nomor 51/PUU-XXI/2023, Nomor 55/PUU-XXI/2023, MK menyatakan bahwa permohonan tidak memiliki alasan hukum sehingga permohonan ditolak,” kata Tjahyo.
Tjahyo juga menilai ada kejanggalan karena Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 belum pernah dilakukan pemeriksaan kembali dengan susunan majelis hakim yang berbeda. Sehingga, masih dapat diajukan untuk diperiksa kembali melalui DPR sebagaimana Pasal 17 Ayat 7 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 10 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003.
“Dan mengenai ketentuan pemeriksaan kembali tidak terdapat aturan tentang tenggang waktu (kedaluwarsa),” kata Tjahyo.
Tjahyo mengatakan Forum Purnawirawan Prajurit TNI akan menyurati lagi DPR terkait tuntutan memakzulkan Gibran. Ia mengatakan isi surat kedua sama dengan yang pertama, disertai pertimbangan hukum.
Dwi Cahyo mengatakan surat kedua dikirim bulan ini dengan tenggat respons dua minggu. Pada 2 Juni 2025, Forum Purnawirawan Prajurit TNI secara resmi bersurat ke Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengusulkan pemakzulan Gibran. Dalam surat bernomor 003/FPPTNI/V/2025 itu, Forum Purnawirawan Prajurit TNI menyampaikan sejumlah pandangan hukumnya ihwal alasan mengapa Gibran patut digulingkan.
Mereka memandang proses pencalonan putra sulung mantan presiden Joko Widodo itu tak lepas dari intervensi relasi keluarga lewat ketua Mahkamah Konstitusi saat itu Anwar Usman.
Forum Purnawirawan Prajurit TNI menilai proses pencalonan yang melibatkan paman Gibran bertentangan dengan prinsip imparsialitas lembaga peradilan dan asas fair trial dalam hukum tata negara.
Para pensiunan tentara itu juga menyoroti nilai kepatutan dan kepantasan yang dimiliki Gibran sebagai seorang wakil presiden. Menurut Forum Purnawirawan Prajurit TNI, mantan wali kota Solo itu masih minim kapasitas dan pengalaman untuk menjabat sebagai RI 2.
"Sangat naif bagi negara ini bila memiliki seorang wakil presiden yang tidak patut dan tidak pantas untuk memimpin rakyat Indonesia sebesar ini," kata Sekretaris Forum Purnawirawan Prajurit TNI Bimo Satrio, mengutip isi surat tersebut.
Dugaan keterkaitan Gibran dalam akun Fufufafa juga dimasukkan dalam argumentasi hukum para pensiunan tentara tersebut. Forum Purnawirawan Prajurit TNI juga menyinggung dugaan korupsi yang menyeret Gibran dan adiknya, Kaesang Pangarep yang dilaporkan oleh Ubedilah Badrun ke Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2022 silam.
Andi Adam Faturahman berkontribusi dalam penulisan artikel ini.