TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kebudayaan Fadli Zon menepis anggapan bahwa proyek penulisan ulang sejarah Indonesia versi pemerintah dikerjakan secara terburu-buru. Ia mengatakan target penyelesaian 10 jilid buku tersebut pada Agustus 2025 justru realistis dan mencerminkan standar kerja para sejarawan profesional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kalau dibilang, kok seperti terburu-buru. Menurut saya tidak. Karena memang sudah ahlinya masing-masing (yang mengerjakan). Jadi wajar,” ujar dia dalam Diskusi Publik Draf Penulisan Buku Sejarah Indonesia yang digelar secara daring pada Senin, 28 Juli 2025.
Menurut Fadli, 10 jilid buku sejarah ini sedang dikerjakan oleh 112 penulis dari 34 perguruan tinggi di Indonesia, termasuk para guru besar dan sejarawan kawakan. “Bukan orang yang baru belajar menulis atau baru baca Google. Ini ditulis oleh maestro-maestro yang sudah puluhan tahun mendalami bidangnya masing-masing,” ujarnya.
Fadli turut mengeluhkan mengapa sejarah Indonesia baru akan ditulis tahun ini. Dia merasa seharusnya sejak dulu Indonesia sudah memiliki sejarah yang ditulisnya sendiri. “Kita sudah 26 tahun tidak menulis sejarah secara resmi dari pemerintah,” kata Fadli.
Ia menambahkan, penulisan sejarah tidak bisa ditunda lebih lama karena generasi muda berisiko kehilangan pemahaman terhadap jati diri bangsanya. “Kalau kita tidak menulis sejarah kita sendiri, generasi muda kita bisa lebih paham sejarah Amerika dan Eropa daripada sejarah Indonesia.”
Proyek penulisan sejarah itu, kata Fadli, diharapkan menjadi hadiah intelektual dalam rangka 80 tahun Indonesia merdeka. Fadli memastikan bahwa karya ini tidak dimaksudkan untuk menjadi narasi tunggal, melainkan pembuka diskusi yang lebih luas dan ruang bagi publik untuk merespons dan melengkapi.
“Sejarah bukan untuk ditutup-tutupi. Ia justru harus terbuka untuk diperdebatkan, tapi ya tetap harus ditulis. Kalau Direktorat Sejarah tidak menulis sejarah, ya mending ditutup saja,” kata dia.
Fadli menjelaskan, Direktur Jenderal Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi baru saja dihidupkan kembali setelah sempat dihapus pada tahun 2020. Di bawah kepemimpinannya, ia kembali menghidupkan direktorat tersebut. Fadli berharap Direktorat Perlindungan Kebudayaan dan Tradisi dapat bekerja dengan maksimal, salah satunya menyelesaikan proyek penulisan sejarah yang kini dalam tahap pengerjaan.