TEMPO.CO, Jakarta --Majelis Disiplin Profesi (MDP) kembali menggelar sidang lanjutan kasus malpraktik yang diduga dilakukan dokter senior di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jumat, 11 Juli 2025. Sidang yang digelar secara tertutup di kantor MDP, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan itu mengagendakan pemeriksaan saksi dan ahli.
Kuasa hukum pelapor, Muhammad Al Ayubi Harahap, memprotes jalannya sidang yang menurutnya tidak sesuai jadwal. Ia menyebut adanya ketidaksesuaian antara agenda sidang yang tertera dalam undangan dan yang berlangsung di lapangan. “Di undangan tertulis saksi dari pihak pelapor, tapi ternyata yang hadir justru saksi dari pihak terlapor. Kami anggap ini kebohongan karena informasi yang disampaikan tidak lengkap,” kata Ayubi seusai sidang, Jumat, 11 Juli 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, Ayubi menyoroti pembatasan dalam proses pemeriksaan di persidangan. Menurut dia, hanya MDP yang diizinkan mengajukan pertanyaan. “Kami pertanyakan dasar hukumnya. Mereka merujuk ke Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 3 Tahun 2025. Setelah kami telusuri, tidak ada larangan bagi kuasa hukum untuk bertanya kepada saksi,” ujar dia.
Laporan sehubungan dengan dugaan malpraktik disampaikan pihak pelapor kepada Majelis Disiplin Profesi (MDP) pada Mei 2025. Dalam laporan itu disebutkan pelapor menduga anaknya yang masih berusia di bawah satu tahun berinisial "J" menjadi korban malpraktik di RSCM. Anak dari Co-Founder Gem Research International Laboratory Adam Harits, sebagai pelapor, itu sempat mengalami kebocoran pada usus dan harus dirawat intensif selama lebih dari sebulan.
Ketika itu Adam membawa anaknya ke RSCM pada 28 Agustus 2024 untuk pemeriksaan rehab medik Pemeriksaan dilakukan seiring kondisi J yang tidak mau mengkonsumsi makanan pendamping air susu ibu (MPASI).
Dalam sidang MDP dengan perkara nomor 17/P/MDP/III/2025 itu, dua saksi dari pihak pelapor diperiksa, yakni Haris Ayub, kakek korban, dan Muhammad, paman korban. Keduanya bersaksi bahwa korban, anak berinisial J, berada dalam kondisi sehat saat menjalani prosedur endoskopi pada 15 Januari lalu. Namun setelah tindakan itu, kondisi korban memburuk drastis hingga akhirnya meninggal dunia.
Keluarga korban kecewa terhadap proses sidang yang dinilai tidak berpihak pada korban. “Kami kaget karena yang datang justru saksi dari pihak terlapor, padahal tidak ada pemberitahuan sebelumnya. Harusnya ini proses yang transparan. Kami tidak ingin perkara ini berakhir seperti kasus biasa,” kata Adam Harits, ayah korban.
Haris Ayub, kakek korban, juga mengatakan hal yang sama. Ia mendesak MDP mencabut izin praktik dokter terlapor. “Kami ingin izinnya dicabut. Cukup sudah. Jangan sampai ada keluarga lain yang merasakan apa yang kami alami,” tutur dia.
Ayubi Harahap menyatakan akan menempuh langkah hukum lain, termasuk gugatan perdata dan pidana. Mereka juga telah melaporkan kasus ini ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sejak Januari lalu, namun hingga kini belum mendapat respons.
Sidang selanjutnya dijadwalkan menghadirkan ahli hukum kesehatan dari Universitas Indonesia. Pihak keluarga korban meminta agar proses ini berjalan transparan dan akuntabel, tanpa praktik “salam satu profesi” di balik meja sidang.
Tempo menghubungi Ketua Majelis Disiplin Profesi (MDP) Sundoyo perihal kelanjutan dan persidangan MDP, namun belum ada tanggapan. Meski begitu, Sundoyo dalam keterangannya pada 2 Juli 2025 mengatakan MDP telah menyelisik kasus ini dalam bentuk persidangan. "Kami melakukan sidang pemeriksaan apakah pelayanan yang diberikan itu sesuai dengan standar atau enggak. Kami lebih banyak melakukan pemeriksaan itu menguji terkait dengan prosesnya," ujar Sundoyo.