TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Komisi I Abraham Sridjaja mengecam Kementerian Hak Asasi Manusia yang menangguhkan penahanan tujuh tersangka persekusi retret remaja Kristen di Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Abraham menilai penangguhan itu bisa mencoreng kredibilitas institusi Kementerian yang seharusnya berdiri tegak membela hak asasi manusia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kementerian Hak Asasi Manusia tak seharusnya jadi penjamin pelaku intoleransi," kata Abraham dalam keterangannya yang diterima pada Sabtu, 5 Juli 2025.
Pada 3 Juli 2025, Staf Khusus Menteri HAM Thomas Harming Suwarta dan Stanislaus Wena menggelar rapat dengan Forkompimda Kabupaten Sukabumi dan tokoh lintas agama di Pendopo Kabupaten Sukabumi, Jalan Ahmad Yani, Warudoyong, Kota Sukabumi.
Dikutip dari akun Instagram Kementerian HAM, Thomas Harming Suwarta mendorong agar penyelesaian kasus ini diupayakan melalui pendekatan restorative justice. Kementerian HAM juga mendorong agar para tersangka dilakukan penangguhan penahanan.
Abraham pun menyayangkan tindakan staf khusus menteri HAM karena dianggap mengaburkan esensi dari peristiwa intoleransi. Alih-alih fokus pada perlindungan korban dan penegakan hukum, ia menyebut narasi staf khusus itu justru memberi kesan bahwa negara memaklumi tindakan intimidasi terhadap anak-anak yang sedang beribadah.
Lebih lanjut, Abraham menyatakan bahwa penyelesaian lewat restorative justice atau perdamaian adalah langkah konstruktif. Namun, ia menolak keterlibatan Kementerian HAM sebagai penjamin penangguhan penahanan bagi para pelaku. Dia meyakini bahwa tindakan tersebut keliru.
“Coba kita pikirkan bersama, ini adalah tindakan kriminal yang nyata dan berpotensi melanggar HAM. Lalu Stafsus KemenHAM mengatakan akan menjadi penjamin agar 7 orang ini ditangguhkan penahanannya? Di mana letak logikanya?” ujar politikus Partai Golkar itu.
Abraham menyatakan Kementerian HAM seharusnya berpihak pada prinsip keadilan dan konstitusi, bukan terlibat dalam langkah-langkah pelemahan penegakan hukum. Ia menekankan bahwa praktik intoleransi tidak boleh diberi ruang sedikit pun .
"Kalau negara sendiri malah memberikan kesan melindungi pelaku, maka itu adalah kemunduran besar dalam demokrasi dan perlindungan HAM,” katanya.
Kepolisian Daerah Jawa Barat telah menangkap dan menetapkan tujuh tersangka yang diduga menjadi pelaku pembubaran dan perusakan rumah yang dijadikan tempat retret pelajar Kristen di Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi.
"Polisi berhasil mengidentifikasi dan menetapkan tujuh tersangka yang terlibat dalam aksi perusakan tersebut," kata Kapolda Jawa Barat Inspektur Jenderal Rudi Setiawan dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 1 Juli 2025.
Rudi menuturkan peran dari masing-masing tersangka tersebut. Tersangka pertama berinisial RN berperan merusak pagar dan mengangkat salib di tempat retret tersebut. Kemudian, ada MSM yang berperan menurunkan dan merusak salib besar. Sementara itu lima tersangka lainnya dengan inisial UE, EM, MD, H dan EM berperan dalam merusak pagar tempat retret.
Rudi mengungkapkan, ketujuh tersangka tersebut saat ini telah ditahan oleh kepolisian untuk menjalani proses hukum lebih lanjut. "Kami akan lakukan pemeriksaan saksi-saksi lain, sekaligus memeriksa terlapor sebagai dan terduga pelaku," ujar Rudi.
Rudi menjelaskan, kasus ini bermula dari warga Desa Tangkil dan Desa Cidahu yang mengetahui ada kegiatan keagamaan yang dilakukan di rumah milik Maria Veronica Ninna. Warga kemudian melaporkan hal tersebut kepada Kepala Desa dan meminta pemilik rumah untuk memberikan klarifikasi.
Namun, Ninna mengabaikan permintaan warga tersebut. Merasa tidak terima, warga lalu mendatangi rumah tersebut dan menghentikan kegiatan keagamaan yang sedang berlangsung secara sepihak.
Kedatangan warga tersebut kemudian berakhir dengan aksi perusakan. Kerusakan tersebut meliputi pagar rumah, kaca-kaca jendela, dan beberapa barang lainnya. "Bahkan, salib yang berada di dalam rumah juga menjadi sasaran perusakan," ujar Rudi.
Akibat kejadian tersebut, Ninna diperkirakan menderita kerugian materil kurang lebih 50 juta rupiah. "Satu unit kendaraan sepeda motor Honda.